Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
PERDANA Menteri Irak, Haider al-Abadi, telah mengumumkan kemenangan atas kelompok Islamic State (IS) pada Sabtu (9/12) setelah memerangi kelompok itu selama tiga tahun.
Namun, kemenangan Baghdad dipandang masih rapuh dan penyebab utama kemunculan kelompok garis keras itu belum dituntaskan seutuhnya.
Para ahli memperingatkan IS masih mempertahankan kapasitas sebagai kelompok pemberontak dengan serangan bom yang menimbulkan banyak korban atau dengan menggunakan 'sel-sel yang tertidur'.
Saat ini sekitar 3.000 petempur IS yang tersisa masih beroperasi di Irak dan Suriah.
"Secara militer IS dikalahkan di Irak, tapi tidak hilang," papar Abu Mahdi al-Muhandis, orang nomor dua di kelompok paramiliter Hashed al-Shaabi yang turut mengangkat senjata bersama militer Irak untuk memerangi IS.
"Mereka masih ada di beberapa tempat. Anggota-anggota mereka mencoba menginfiltrasi warga sipil dan desa. Mereka telah mengubah metode mereka," lanjutnya.
Hisham al-Hashemi, pakar tentang IS, memperingatkan, IS masih merupakan ancaman dengan mempertahankan persenjataan di gurun tidak berpenghuni dan bersembunyi di Wadi Hauran, lembah terpanjang di Irak.
Badan Pemantau untuk Hak Asasi Manusia Suriah yang berbasis di Inggris menyebut pejuang IS telah berhasil merebut wilayah di Provinsi Idlib, Suriah, setelah bentrok dengan pesaing.
"Daesh (sebutan IS dalam bahasa Arab) telah terdegradasi secara militer, tapi (mereka) tidak sepenuhnya dikalahkan. Mereka masih menimbulkan ancaman bagi Irak," kata juru bicara koalisi, Ryan Dillon.
Sebagai bukti ancaman IS masih besar, pasukan Irak mengatakan mereka membunuh 10 'pelaku bom bunuh diri' di terowongan dekat Kota Kirkuk, Sabtu (9/12).
Setelah melancarkan serangan besar-besaran pada 2014, IS membentuk negara prototipe yang memanjang di sepanjang perbatasan Irak dan Suriah yang dihuni jutaan orang.
Namun, seiring dengan kekalahan demi kekalahan yang mereka alami, kelompok IS bersembunyi.
"Keamanan bisa tercipta di kota-kota besar karena kita ada di sana. Namun, itu belum lengkap tanpa menguasai penuh perbatasan dengan Suriah," jelas Al-Muhandis.
Ancaman milisi
Setelah kemenangan atas IS itu, para pakar memperingatkan ancaman lain dari milisi-milisi Al-Shaabi yang selama ini berjuang bersama militer Irak.
Kemenangan atas IS itu juga seperti memberikan legitimasi bagi kelompok ini untuk memainkan peran utama.
Kelompok yang didominasi aliansi-aliansi dukungan Iran itu kerap melancarkan serangan terhadap kelompok-kelompok Sunni.
Saat ini Al-Shaabi diperkirakan memiliki 60 ribu sampai 140 ribu petempur. Mengendalikan kelompok ini merupakan persoalan besar bagi pemerintahan PM al-Abadi.
"Tantangan terbesar ialah internal. Banyak anggota Al-Shaabi menjadi mafia lokal. Mereka mendirikan pos-pos pemeriksaan ilegal, tol, dan sejenisnya untuk mendukung mereka secara finansial," urai Kirk Sowell, pakar yang memublikasikan buletin Inside Iraqi Politics.
Selain itu, AS yang selama ini memberikan dukungan serangan udara memperingatkan pertarungan belum berakhir.
"AS bergabung dengan pemerintah Irak untuk menekankan pembebasan Irak tidak berarti perang melawan terorisme, bahkan terhadap IS di Irak, sudah berakhir," kata juru bicara Kemenlu AS, Heather Nauert.
(AFP/Ire/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved