Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PUTRA Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, Selasa (7/11), menuduh Iran melakukan ‘agresi militer’ terhadap monarki tersebut dengan memasok pemberontak Syiah Houthi di Yaman dengan rudal balistik. “Keterlibatan Iran dalam memasok rudal ke orang-orang Houthi adalah agresi militer langsung,” kata kantor berita Saudi, SPA, mengutip Mohammed bin Salman dalam sebuah percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson.
Sebelumnya, juru bicara koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman Kolonel Turki Al-Maliki, Minggu (5/11), mengatakan Iran memasok milisi Houthi dengan senjata untuk menyerang Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Pasukan Arab Saudi, Sabtu (4/11) waktu setempat, mencegat dan menembak jatuh sebuah rudal balistik di dekat bandara internasional Riyadh, yang dilaporkan ditembakkan dari Yaman oleh pemberontak Houthi.
Itu adalah peluncuran rudal Houthi yang pertama yang disebut untuk menjangkau Riyadh dan mengancam lalu lintas udara. Serangan itu juga menggarisbawahi ancaman yang berkembang dari konflik di perbatasan selatan Saudi. Riyadh menuduh Teheran memasok rudal balistik kepada pemberontak Houthi. Sebaliknya, Iran tidak membantah mendukung kelompok tersebut, tetapi menampik sebagai pihak yang menembakkan rudal ke Riyadh.
Lebih jauh, Teheran, saingan dan ancaman terbesar Riyadh, menuduh Saudi melakukan kejahatan perang di Yaman. Arab Saudi memimpin sebuah koalisi melakukan intervensi militer di Yaman sejak 2015 untuk mendukung pemerintah yang diakui secara internasional yang berkedudukan di kota bandar Aden. Sudah lebih dari 8.650 orang tewas dalam konflik tersebut.
Ketegangan terus meningkat antara Arab Saudi dan Iran, komandan Syiah global, yang mendukung pihak berseberangan dalam perang dan perebutan kekuasaan dari Yaman hingga Suriah.
Juga tuduh Libanon
Arab Saudi juga menuduh Libanon, yang berada di bawah kendali Iran, mengumumkan perang terhadap Riyadh karena ‘agresi’ Hizbullah, yang selanjutnya meningkatkan situasi yang sudah menegangkan yang mengancam akan mengguncang Libanon. Risiko krisis politik terbuka telah membayangi stabilitas Libanon yang rapuh sejak sekutu Saudi, Saad Hariri, secara mengejutkan mengumumkan pengunduran diri sebagai perdana menteri, Sabtu (4/11).
Hariri beralasan karena berada dalam ancaman pembunuhan yang disponsori Iran dan pergerakan Hizbullah yang ‘menabur perselisihan’ di kawasan tersebut. Langkah tidak terduga Hariri juga memicu kekhawatiran akan adanya eskalasi di kawasan antara Iran dan negara-negara Teluk, terutama Arab Saudi, dengan Libanon di garis depan.
Menteri Urusan Teluk Arab Saudi Thamer al-Sabhan, Senin (6/11), mengatakan pemerintah Libanon akan ‘ditangani sebagai pemerintah yang mengumumkan perang terhadap Arab Saudi’ karena ‘tindakan agresi’ yang dilakukan Hizbullah.
Dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya, Sabhan mengatakan Hizbullah terlibat dalam setiap ‘tindakan teroris’ yang mengancam Saudi.
“Orang Libanon harus memilih antara perdamaian atau sejajar dengan Hizbullah,” tambahnya, tanpa memberikan rincian tentang tindakan yang akan diambil Riyadh terhadap Beirut. Tidak ada tanggapan langsung dari Libanon terkait tuduhan tersebut. (AFP/Al Jazeera/I-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved