Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
SETIAP kali air laut masuk ke desa-desa mereka di pesisir Fiji, warga menggunakan rakit untuk berpindah dari rumah ke rumah. Mereka menyaksikan tanaman mati karena air asin yang mengontaminasi tanah. Situasi itu terus berlanjut hingga puncaknya pada 2014.
Seluruh warga Desa Vunidogoloa direlokasi ke daratan dalam apa yang digambarkan pemerintah sebagai proyek relokasi perintis akibat pemanasan global. Mulai Senin (6/11), Fiji memimpin pertemuan puncak perubahan iklim PBB di Bonn, Jerman. Fiji dan negara-negara kepulauan Pasifik lainnya sangat rentan terhadap naiknya air laut dan perubahan cuaca.
Oleh karena itu, mereka ingin dunia memahami keadaan yang mereka hadapi. Meski Fiji tidak menghadapi ancaman eksistensial seperti beberapa tetangga Pasifik mereka, negara itu tetap menghadapi dampak perubahan iklim. Sailosi Ramatu, 57, Kepala Desa Vunidogoloa di Pulau Vanua Levu, mengaku sedih saat 130 penduduk yang dipimpinnya harus meninggalkan rumah mereka. Sebagian besar warga desa itu ialah nelayan. Beberapa, yang berusia di usia 80 dan 90 tahunan, telah tinggal di sana seumur hidup mereka.
"Saya tidak bisa menjelaskan saat-saat terakhir itu," kata Ramatu. "Ada orang-orang yang tinggal di rumah-rumah tua, menangis. Mereka menatap ke belakang ke rumah mereka, ke desa. Itu terakhir kalinya mereka melihat desa itu sebelum pindah ke rumah baru mereka."
Tiga tahun kemudian, Ramatu mengatakan pindah ialah satu-satunya pilihan. Dia memberi tahu lokasi baru mereka berarti mereka sekarang bisa menanam tanaman tanpa takut akan hancur. "Desa baru tersebut memberi anak-anak harapan dan kesempatan di masa depan," ungkapnya.
Sang Kepala Desa mengatakan jarak tempuh 30 menit berjalan kaki ke desa tua tidak menghentikan penduduk desa untuk melanjutkan tradisi penangkapan ikan mereka. Petugas informasi pemerintah Nemani Turagaiviu mengatakan desa tua itu kerap dilanda banjir sepanjang sejarahnya. Namun, masalah itu semakin memburuk setelah sekitar 2000. Dia mengatakan desa tersebut mulai kebajiran sebulan sekali pada setiap bulan purnama dan akan tenggelam saat badai. Pemerintah membentuk sebuah kemitraan dengan penduduk lokal untuk membangun desa baru dan menyatakan bahwa desa-desa rentan lainnya di Fiji telah direlokasi sejak saat itu.
Ramatu mengaku ia sekarang memahami kekuatan destruktif perubahan iklim. Karena itu. ia punya pesan sederhana untuk para pemimpin di Bonn, "Kami semua membutuhkan pertolongan." Pemerintah Fiji mencatat kenaikan permukaan air laut lebih besar daripada rata-rata global, membuat sebagian dari negara itu tidak dapat dihuni. Cuaca yang makin hangat juga meningkatkan kerentanan masyarakatnya terhadap wabah penyakit virus.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved