Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
UNI Eropa mendesak Myanmar untuk membuka secara penuh akses bantuan ke Negara Bagian Rakhine.
Di sana, ribuan orang di kelompok muslim Rohingya mengungsi karena selama berbulan-bulan mengalami kekerasan militer.
Sejak Oktober 2016, perbatasan di sepanjang sisi barat laut telah ditutup.
Saat itu militer memburu para milisi Rohingya yang dituduh melakukan serangan ke pos-pos polisi.
Akibatnya, sekitar 100 ribu orang dari minoritas muslim Rohingya telantar.
Kebanyakan dari mereka melarikan diri ke Bangladesh dengan membawa cerita-cerita memilukan tentang pemerkosaan dan pembunuhan massal oleh tentara.
Meski begitu, pemerintah Myanmar menolak klaim PBB yang menyebutkan pasukan pemerintah telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
Tidak hanya itu, peneliti internasional tidak boleh masuk wilayah tersebut.
Penolakan disampaikan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi terhadap tim misi PBB yang berencana menyelidiki kekerasan pascapertemuan dengan Kepala Diplomatik UE Federica Mogherini, beberapa waktu lalu.
Komisioner UE untuk misi bantuan Christos Stylianides mengatakan telah berupaya mendorong pembukaan akses kemanusiaan selama tiga hari kunjungan ke Myanmar, termasuk perjalanan ke Rakhine Utara.
"Banyak sekali masalah yang terjadi dan kami dapat melihat apa yang sangat dibutuhkan, yaitu akses kemanusiaan," kata Stylianides.
UE berjanji memberikan sekitar 800 juta euro atau US$875 juta kepada Myanmar untuk periode 2014-2020.
Pemberian bantuan tersebut membuat negara itu menjadi penerima terbesar kedua di Asia setelah Afghanistan.
Hingga kini Stylianides tercatat sebagai pejabat asing dengan kedudukan tertinggi yang datang mengunjungi Rakhine Utara setelah kedatangan utusan HAM dari PBB, Yanghee Lee, dan mantan Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan.
Saat itu mereka berkunjung untuk memimpin komisi pemulihan terkait dengan pertentangan antara kaum Buddha dan muslim di Rakhine di wilayah itu.
Akibat tindakan kekerasan militer, lebih dari satu juta warga muslim Rohingya yang mengungsi ke negara-negara di kawasan pantai barat mendapat perlakuan tidak manusiawi.
Mereka diidentikkan dengan para penyelundup oleh negara tetangga, seperti Bangladesh.
Selain itu, warga muslim Rohingya tidak mendapatkan pendidikan dasar dan kesehatan.
Stylianides menambahkan, beberapa sukarelawan asing telah dijamin mendapatkan aksea ke Rakhine Utara.
Namun, pekerjaan masih menumpuk terutama untuk membantu 16 ribu pengungsi yang masih telantar sebelum musim penghujan tiba.
Selain itu, tim UE dihadapkan pada persoalan pemaksaan pembangunan kembali rumah warga Rohingya dengan model desa di wilayah tempat aksi pembakaran ratusan rumah warga oleh tentara.
"Ini benar-benar tidak dapat diterima," tutupnya. (AFP/Ire/I-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved