Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
CUACA Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, hari itu cukup cerah, berbeda dengan beberapa hari sebelumnya yang selalu dilanda hujan. Ketika hari telah beranjak siang, keramaian jalur pantura cukup padat, berbeda dengan ruas jalan Weleri, Kendal-Parakan, Temanggung, yang cukup lenggang dan hanya satu-dua kendaraan melintas dalam beberapa menit. Hari itu seperti biasanya setiap pukul 08.00 WIB, Siti Akhidah, 38, warga Dukuh Lego, Desa Bumiayu, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal, sudah keluar dari rumah setelah menyiapkan kebutuhan rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan menyapu.
Seperti biasanya, dari pintu ke pintu, Siti, janda tanpa anak yang harus menghidupi kedua orangtua yang telah cukup umur, terus berjalan kaki mendatangi rumah warga yang menjadi binaannya. Dengan senyumnya yang selalu tersungging, perempuan yang hanya mengenyam pendidikan formal sekolah dasar (SD) itu berupaya membantu para wanita kepala rumah tangga untuk tetap semangat menjalani hidup.
Hingga beranjak siang perjalanan yang ditempuh telah sampai di luar desa. Bergegas ia menuju ke sebuah rumah yang terletak tidak jauh dari kantor desa tetangga. Enam belas ibu lain telah menunggu untuk mendapatkan ilmu baru dalam menjalani hidup tanpa suami dan harus membesarkan anak-anak. Tanpa sungkan, dari dalam tas yang cukup besar dikeluarkanlah oleh Siti barang-barang yang tidak berharga, bekas bungkus kopi, bungkus rokok, plastik pembungkus sabun cuci, hingga barang lain yang biasanya hanya menjadi sampah.
Gaya bicara Siti tidak terlalu berlebihan sehingga mudah dicerna ibu rumah tangga lain yang harus dibimbing. Namun, sesekali keluar ucapan dalam bahasa Inggris yang cukup fasih. Ilmu sosial yang cukup memadai seperti peranan wanita, ekonomi keluarga, hingga pendidikan moral terus disampaikan Siti sebelum memulai sesuatu yang belum diketahui. “Kita di sini akan bersama-sama belajar membuat karya dari limbah yang sebenarnya telah menjadi sampah. Dari hasil karya inilah nantinya akan dapat menjadi penghasilan tambahan bagi ibu-ibu yang sebagian besar merupakan buruh dengan jenjang pendidikan formal yang rendah,” kata Siti Akhidah.
Benar saja, setelah itu, barang-barang bekas yang telah dibersihkan dari kotoran langsung diolah. Potongan-potongan bekas bungkus tersebut dirangkai hingga membentuk sebuah barang yang cukup indah. Hanya dalam waktu beberapa jam beberapa karya telah terbentuk, seperti tas, tikar plastik, dan dompet, meskipun sebagian besar masih setengah jadi. “Baik, Ibu-Ibu, setelah nanti jadi, semua barang bekas bungkus ini, dengan berbagai produk yang bisa dijual, menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan,” katanya.
Tanpa dibayar
Bagi Siti, tugas sosial tanpa bayaran itu belum selesai. Ternyata masih ada kelompok lain yang menunggu. Benar saja, sekitar 20 perempuan kepala rumah tangga yang sebagian besar telah ditinggal suami berkumpul di sebuah rumah kayu sederhana. Ia kembali berkutat dalam kesibukan memberikan bimbingan kepada para ibu yang telah menunggu. Di kelompok itu, ia sedikit lega karena beberapa hasil karya telah selesai. Langkah selanjutnya ialah menjual. Siti pun mulai menghitung dan memberikan harga yang pantas untuk dijajakan ke beberapa calon pembeli. “Dari hasil penjualan produk daur ulang ini, 75% untuk pembuat, 15% untuk kelompok, dan 10% diberikan bagi siapa pun yang mampu menjual,” ujarnya.
Hingga hari menjelang sore, Siti masih harus melanjutkan pekerjaan sosial di sebuah madrasah untuk menjadi pengajar mengaji dan ia juga hanya diberi honor sekadarnya. Di sela-sela kesibukan sosialnya, Siti bekerja sebagai penjual makanan dan mainan di sebuah PAUD dengan omzet rata-rata Rp50 ribu per hari. Dari ilmu-ilmu yang didapat, ditambah dengan kerja keras yang tiada henti dari pagi hingga malam hari menjadi buruh kebersihan, penjual makanan dan mainan di sebuah lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD), dan pekerja serabutan madrasah, ia kini dapat menularkan kebisaannya kepada wanita senasib.
“Sekarang ini di wilayah Weleri saja sudah ada 400 orang yang dibimbing dengan 300 wanita di antaranya single parent yang harus juga menjadi kepala rumah tangga,” ungkap Siti. Dalam bidang pendidikan, pengorganisasian, dan lingkungan hidup Siti sangat diakui di desanya. Dia tidak pernah bosan memotivasi perempuan desa lainnya untuk mengelola sampah dengan baik agar mengurangi pencemaran dan bisa menghasilkan uang.
Kiprah Siti di organisasi terbukti dengan kepercayaan yang didapatnya sebagai kader Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) yang aktif di Kabupaten Kendal. Siti ingin mendorong perempuan yang ingin ikut serta dalam menopang kebutuhan keluarga agar meningkatkan pendapatan keluarga tanpa meninggalkan peran sebagai ibu rumah tangga. Gerakan itu mengubah individu dalam kelompok sehingga mereka yang tergabung dalam kelompok lemah tersebut, yaitu perempuan kepala keluarga, dapat keluar dari masalah dan dapat menunjukkan perubahan yang berarti.
Nasib para wanita kepala rumah tangga, lanjut Siti Akhidah, ialah sebuah perjalanan hidup. Namun, dengan bersosialisasi dan mau belajar, mereka secara pelan akan bisa bangkit dari keterpurukan. Meskipun selama ini kegiatannya dijalani tanpa ada bantuan dari pemerintah daerah setempat, secara pasti itu dapat mengubah ekonomi yang dapat menunjang kesejahteraan maupun kemampuan berinovasi dan berkreasi.
Berbagai persoalan hidup hingga kondisi single parent terjadi, ujar Siti Akhidah, bukanlah kehendak mereka. Kondisi yang memaksa harus demikian, di antaranya karena bercerai akibat meninggal atau ditinggalkan dan tidak ada penghargaan dari suami hingga KDRT. Apalagi, karena keterbatasan pendidikan formal, mereka hanya dapat bekerja dengan penghasilan di bawah UMK.
“Saya hanya memberikan ilmu saja sebagai amal, sedangkan wanita dan pria harusnya memiliki kesetaraan, ini yang harus diperjuangkan,” pungkasnya. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved