BAGI Anda pengonsumsi produk tembakau, mungkin tidak asing dengan tembakau super bermerek Gorilla.
Tembakau super cap Gorilla itu belakangan ini digemari kalangan pemuda karena sensasi yang ditimbulkannya saat dikonsumsi.
Sensasi berhalusinasi melalui pengonsumsian produk tembakau itu di sekitaran Jabodetabek dan beberapa wilayah lain di Indonesia, yang masih ambigu kelegalannya, kini sudah jelas dilarang pemerintah.
Gors atau gori (istilah lain dari produk tembakau tersebut) merupakan tembakau kering yang dicampurkan dengan beberapa bahan organik (ekstrak tumbuhan) seperti yang tertera pada kemasan.
Beberapa tumbuhan organik yang diekstrak antara lain cengkih Syzygium aromaticum dan tumbuhan ekor singa atau dagga liar (Leonotis leonurus).
Mengonsumsinya yaitu dengan cara membakar dan mengisapnya seperti rokok.
Sejak awal 2015, konsumen tembakau super itu selalu bertambah karena pemasarannya dapat terbilang sangat masif melalui e-commerce.
Dalam kemasan 5 gram, produk tembakau itu dihargai sebesar Rp300 ribu-Rp350 ribu dan hanya bisa dibuat 10 linting tipis rokok.
Meskipun terbilang mahal, tidak sedikit testimoni pujian dari konsumen tertera pada setiap kolom komentar pada akun penjual tembakau tersebut.
Produk tembakau kemasan itu pun banyak dimanfaatkan sebagai bisnis oleh sejumlah orang.
Beberapa sensasi yang dialami pengguna saat mengisap tembakau Gorilla dapat berupa halusinasi seperti ditimpa seekor gorilla, badan yang tertimpa terasa seperti merileks dan mengambang (ngefly), maupun gerak badan yang terbatas hingga tidak bisa bergerak.
Ekstrak yang dicampur pada tembakau gorilla, yaitu tumbuhan ekor singa atau dagga liar, memiliki peranan yang besar dalam menciptakan sensasi bermacam-macam bagi pengguna.
Ekor singa atau dagga liar di beberapa negara digunakan sebagai subtitusi ganja.
Kandungan tinggi sedatif (penenang) terkandung dalam tumbuhan itu.
Zat yang dihasilkan tembakau tersebut mengundang Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menguji kandungan zat di dalamnya.
Dari hasil uji laboratorium BNN, ditemukan kandungan zat berbahaya yang juga terdapat pada jenis ganja sintetis, yaitu synthetic cannabinoid.
Menurut BNN efek lain yang disebabkan oleh produk tembakau tersebut berpotensi memunculkan keadiktifan bagi pengguna.
Keadiktifan berpotensi pada pengonsumsian jangka panjang, dan itu dapat membahayakan penggunanya.
Berdasarkan uji laboratorium, BNN memasukkan produk tembakau tersebut ke daftar narkoba jenis baru.