Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SAAT ini dinamika sosial-politik Indonesia diwarnai tindak kekerasan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang memaksakan kehendak dan menyempitkan ruang perbedaan.
Sementara itu, pada banyak kesempatan, peran pemerintah, yang dalam hal ini terwakilkan oleh penegak hukum, cenderung pasif dan kerap tunduk terhadap kondisi tersebut.
Kurangnya pemahaman tentang pentingnya toleransi di Indonesia yang beragam serta tidak ditanamkannya pengetahuan akan antropologi sejak dini dianggap menjadi salah satu penyebab utama. "Kebinekaan Indonesia bukan hal baru. Sudah ada jauh sebelum kita merdeka. Namun, akhir-akhir ini konstruksi tentang identitas kelompok kerap dipolitisasi," ungkap antropolog UI Yando Zakaria, dalam jumpa pers Pernyataan Sikap dan Seruan Darurat Keindonesiaan, di Jakarta, kemarin.
Yando mengatakan demokrasi yang di Indonesia dilindungi oleh konstitusi, justru saat ini kerap disalahgunakan. Berbagai bentuk pembatasan dan pengucilan serta upaya memonopoli ruang-ruang publik terus terjadi dan semakin masif dalam waktu terakhir. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga berbagai daerah di Indonesia.
"Negara telah lama membiarkan tempat ibadah dibakar dan dirusak, diskusi ilmiah dibubarkan, ritual keagamaan dihentikan, hak milik rakyat dirusak, dan sebagainya. Kejadian-kejadian tersebut juga kerap dilakukan di depan aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi rakyat," ungkap Yando.
Antropolog UI Iwan Meulia Pirous sepakat dengan Yando. Menurutnya, saat ini kondisi intoleransi yang semakin menyebar akan berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar. Kondisi darurat yang saat ini tengah berlangsung menurutnya akan sangat mungkin meningkat menjadi berstatus kritis bila kondisi tersebut menyebar ke berbagai daerah Indonesia lainnya.
"Harus ada tindakan tegas dari pemerintah sebelum kondisinya semakin parah," ungkap Iwan.
Sementara itu, antropolog Unpad Selly Riawanti menilai kekurangpahaman masyarakat tentang berbagai keberagaman dan hal-hal yang mungkin muncul di masyarakat merupakan hal yang juga harus diperbaiki oleh pemerintah. Pengenalan ilmu antropologi sejak dini di sekolah menjadi hal penting yang harus didorong untuk dapat terlaksana.
"Saat ini pelajaran antropologi hanya ada di SMA jurusan bahasa. Sementara sesungguhnya hal itu sangat penting terutama di Indonesia sangat beragam dan memiliki kompleksitas tinggi," ungkap Selly.
7 kota
Dalam gerakan yang secara serentak juga digelar di 7 kota lain oleh sedikitnya 300 antropolog asal berbagai universitas, antropolog-antropolog tersebut mengajukan beberapa pernyataan sikap dan seruan bagi pemerintah. Nantinya, hal tersebut akan disosialisasikan dan sampaikan pada pemerintah dan masyarakat.
Antropolog yang berkumpul di Fakultas Ilmu Budaya UGM, yang diwakili guru besar Antropolog UGM, Prof Pascalis Maria Laksono, dalam pernyataannya juga mengatakan bahwa Indonesia tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dibangun atas kesadaran penuh oleh para perintis bangsa.
"Kita wajib menjaga dan merawatnya untuk diwariskan pada generasi yang akan datang. Darurat keindonesiaan memanggil kita semua untuk tidak lagi abai pada tanggung jawab bersama ini," tegas Prof Pascalis. (FU/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved