Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

25 Jenis Satwa Penentu Keberhasilan Ekosistem

Ric/H-2
14/12/2016 04:11
25 Jenis Satwa Penentu Keberhasilan Ekosistem
(ANTARA/Septianda Perdana)

MENTERI Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan menjaga ekosistem Indonesia laiknya menjaga kedaulatan Indonesia. Pasalnya meskipun indikasi keberhasilannya terletak di dalam komponen ekosistem, kunci keberhasilannya justru terletak di luar ekosistem tersebut.

Saat ini di Indonesia, ada 25 jenis satwa dari 42 spesies yang berada di ambang kepunahan. Jenis satwa itu dipilih untuk menentukan keberhasilan pengelolaan ekosistem. Setiap spesies mewakili karakteristik wilayahnya secara langsung dan mewakili ekosistem Indonesia.

Sebanyak 25 satwa tersebut di antaranya harimau sumatra, gajah sumatra, badak, banteng, owa, orang utan, bekantan, komodo, jalak/curik bali, dan burung maleo.

Beberapa upaya dilakukan Kementerian LHK untuk melindungi 25 satwa prioritas yang terancam punah tersebut. Salah satunya dengan mengelola wisata alam lingkungan hidup dan kehutanan untuk mendukung program Kementerian Pariwisata.

“Seperti dengan menjaga komodo, memelihara lanskap, dan mengundang wisatawan. Upaya ini berhasil mendatangkan 4,03 juta wisatawan Nusantara dan 0,21 juta wisatawan mancanegara ke Pulau Komodo,” ucap Siti.

Sementara itu, pakar ekologi satwa dan tumbuhan liar WWF Indonesia Sunarto meminta agar komitmen pemerintah terhadap peningkatan 10% populasi 25 satwa langka yang dilin­dungi tersebut juga diimbangi dengan pendanaan di sektor tersebut.

Menurutnya, komitmen pertama dalam konservasi akan terlihat lewat alokasi dana yang diberikan. “Sayangnya selama ini masih sangat kecil sekali, sementara target kita sangat optimistis,” ucap Sunarto saat dihubungi Media Indonesia.

Dikatakan dia, masih terdapat pekerjaan besar dalam memantau kuantitas setiap populasi. Selama ini belum ada metode dan cara pemantauan yang efisien diterapkan di lapangan kecuali dengan camera trap.

“Baseline masih menjadi tantangan. Karena itu akan sangat sulit untuk memantau perubahan populasi,” imbuh dia. (Ric/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya