RINI Sugianto, animator asal Indonesia yang kemampuannya mampu disejajarkan dengan animator di luar negeri, mengatakan belajar animasi tidak membutuhkan biaya besar. Saat ini dia tergabung dalam Industrial Light and Magic, anak perusahaan Lucas Film yang berkantor di San Francisco, Amerika Serikat. Dia mengatakan hal tersebut dengan alasan perangkat lunak untuk pembelajarannya sudah tersedia dan bisa diunduh dengan gratis.
"Yang cukup menjadi beban ialah mencari gurunya. Satu hal lainnya jika seseorang ingin menggeluti animasi ialah niat dan banyak latihan. Animasi itu butuh dedikasi tinggi karena waktu belajarnya cukup lama. Bayangkan, membuat animasi 1 detik saja butuh beberapa hari, bahkan saat saya membuat film Tintin, animasi 4 menit saja menghabiskan waktu sampai setahun," ujar Rini yang dijumpai di Baros International Animation Festival (BIAF) 2015, Cimahi, Jawa Barat, pekan lalu.
Perempuan kelahiran Lampung, 3 Januari 1980 itu juga optimistis animator dalam negeri bisa bersaing dengan animator dari negara lain yang sudah maju asalkan bisa meningkatkan kualitas. Apalagi, sekarang peminat yang menggeluti bidang animasi ini cukup banyak, ditambah perkembangan animasi di Indonesia juga terus berkembang maju. "Kalau kondisinya seperti sekarang, saya yakin dalam 1-2 tahun animator Indonesia bisa bersaing dengan animator negara lain. Sumber daya manusia dan peminat animasi dalam negeri cukup banyak, tinggal diarahkan agar kualitasnya bisa terus berkembang dengan baik," kata dia.
Ia pun berharap Indonesia bisa menghasilkan karya animasi yang semakin baik. Tak tertutup kemungkinan akan lahirnya film animasi layar lebar dan studio animasi kelas atas dari Indonesia. Lulusan S-1 arsitektur di Universitas Parahyangan, Bandung, itu juga turut menumbuhkan minat masyarakat Indonesia untuk menggemari animasi dengan cara membuka sekolah animasi dengan sistem belajar daring. Dia juga memanfaatkan teknologi untuk tatap muka melalui video chat karena kini dia telah tinggal menetap di Amerika Serikat dan datang ke Indonesia hanya sekali dalam setahun.
Ketertarikan Dirinya bertutur, kegemarannya pada animasi gerak dimulai pada 2001. Ketertarikannya itu sempat membuat orangtuanya bertanya-tanya karena mereka belum mengerti apa itu animasi. Di Indonesia animasi belum berkembang seperti di negara lain pada saat itu. "Kuliah di bidang arsitektur, tapi sering bikin 3D seperti membuat contoh bangunan. Tapi saya lebih tertarik di komputer daripada turun ke lapangan. Terus-menerus dicoba, saya keterusan suka pada gerak. Akhirnya, saya lanjutin kuliah di bidang animasi," tutur Rini menceritakan masa lalunya.
Tekad Rini yang ingin menjadi animator andal membuatnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Academy of Art University, San Francisco, pada 2002. Dia memilih 'Negeri Paman Sam' itu karena di Indonesia belum ada sekolah yang fokus ke animasi. Saat ini pun, menurutnya, Indonesia belum siap jika animasi dimasukkan ke kurikulum sekolah. "Tidak bagus, malah jadi stres karena harus fokus, padahal kan banyak pelajaran lain yang butuh perhatian," tutup dia.