Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Mau Bukti Hasil Budaya Konservasi, Datang Saja ke Festival Muro Satu Di Desa Kolontobo

Alexander P Taum
22/8/2025 15:02
Mau Bukti Hasil Budaya Konservasi, Datang Saja ke Festival Muro Satu Di Desa Kolontobo
Ilustrasi(MI/ALEXANDER P TAUM)

ANDA penasaran ingin melihat hasil konservasi tradisional dalam menjaga kelestarian biota laut? Datang saja ke Festival Muro yang digelar Pemerintah Desa Kolontobo, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur hari ini, Sabtu (22/8/2205). Berkolaborasi dengan LSM Barakat, Festival Muro menjadi pemanis dari proses pembukaan Muro yang sudah ditutup selama 2 tahun . 

Desa Kolontobo, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, merupakan salah satu desa pesisir yang hingga saat ini masih menjaga dengan kuat tradisi pengelolaan laut berbasis kearifan lokal, yang dikenal dengan nama MURO.

"Muro bukan sekadar sistem tutup-buka laut untuk pemulihan ekosistem, melainkan sebuah tatanan adat yang menyatukan nilai-nilai spiritual, sosial, dan ekologis dalam satu kesatuan sistem pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan," ujar Sherly Maran, Manager Program LSM Barakat yanh selama ini mengadvokasi penguatan tradisi muro dalam pola konservasi biota laut dan sekitarnya. 

Selama dua tahun terakhir, zona Muro di Desa Kolontobo telah ditutup sepenuhnya, dan tidak pernah sekalipun dibuka atau dimanfaatkan oleh masyarakat. 

Ini bukan sekadar karena aturan tertulis, melainkan karena kuatnya peran dan wibawa lembaga adat yang menjaga, mengawasi, dan memastikan bahwa seluruh warga menghormati keputusan bersama untuk memberi waktu bagi laut agar bisa pulih. 

Lembaga adat, tokoh-tokoh tua adat, dan komunitas Muro memegang kendali utama dalam menentukan waktu penutupan, durasi penjagaan, hingga prosesi pembukaan kembali wilayah Muro.

Ruang sakral

Dalam tradisi Muro setempat, penjagaan zona Muro bukanlah tugas formal yang digaji, melainkan pengabdian kolektif yang lahir dari rasa hormat kepada laut sebagai ruang hidup, dan sebagai warisan leluhur yang tidak boleh dirusak. 

Para tokoh adat menjadi penjaga moral dan hukum tak tertulis yang ditaati oleh seluruh warga desa. Ketika ada pelanggaran, proses penanganan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga melalui mekanisme adat yang bersifat memulihkan hubungan antara manusia dan alam.

Sherly menjelaskan, dalam sistem Muro, laut tidak hanya dipandang sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai ruang sakral yang menyimpan roh-roh leluhur. Oleh karena itu, pelanggaran terhadap aturan Muro dianggap sebagai pelanggaran terhadap tatanan adat dan hubungan spiritual dengan alam. 

"Di sinilah peran adat menjadi sangat kuat dan menentukan. Keputusan untuk membuka atau menutup Muro hanya bisa diambil melalui musyawarah adat, dan biasanya melibatkan ritus atau ritual yang disaksikan oleh seluruh masyarakat," ujar Sherly.

Ia menjelaskan, Pendampingan dari LSM BARAKAT membantu memperkuat dokumentasi dan pemahaman tentang praktik Muro, serta menjembatani pengetahuan adat dengan pendekatan konservasi modern. Muro dihidupkan kembali bukan sebagai romantisme masa lalu, tetapi sebagai solusi masa kini terhadap kerusakan ekosistem laut dan perubahan iklim. Melalui kolaborasi antara adat, masyarakat, dan lembaga pendamping, Desa Kolontobo membuktikan bahwa pengelolaan laut yang berakar pada nilai-nilai lokal mampu menjawab tantangan zaman.

Sementara itu, Benediktus Bedil, Direktur LSM Barakat mengatakan, pembukaan kembali Muro ini menjadi momen penting, tidak hanya secara ekologis tetapi juga kultural dan politis. 

"Ia (Muro) menunjukkan kepada publik bahwa lembaga adat masih hidup dan relevan, bahkan menjadi pilar utama dalam pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Ini adalah bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap pengetahuan lokal, dan sekaligus seruan untuk memperkuatnya melalui dukungan formal seperti Peraturan Desa (Perdes) dan bahkan Peraturan Daerah (Perda) yang melindungi wilayah adat dan sistem pengelolaan laut berbasis komunitas," ujar Benediktus.

Dijelaskan, festival Muro bertujuan, Melaksanakan seremoni pembukaan kembali zona Muro yang telah ditutup selama 2 tahun, menguatkan kesadaran kolektif masyarakat dalam menjaga ekosistem laut dan pesisir, menegaskan aturan adat dalam pengambilan hasil laut secara lestari dan tidak merusak, menumbuhkan semangat kolaborasi antara masyarakat, tokoh adat, pemerintah desa, dan mitra pembangunan, selain itu, festival Muro memperkuat Kajian Ilmiah Terkait Perda Muro di Tingkat Provinsi NTT. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya