Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
APAKAH mungkin perilaku partikel mikroskopis dan struktur alam semesta yang sangat luas dijelaskan dengan cara yang sama? Pertanyaan inilah yang coba dijawab oleh dua matematikawan, Claudia Fevola (Inria Saclay) dan Anna-Laura Sattelberger (Max Planck Institute for Mathematics in the Sciences).
Penelitian mereka, yang dipublikasikan di Notices of the American Mathematical Society, menawarkan sebuah pendekatan baru, yaitu positive geometry.
Sejak lama, matematika dan fisika saling bergantung. Fisika membutuhkan matematika sebagai bahasa untuk menjelaskan fenomena, sementara banyak ide matematika justru lahir karena pertanyaan fisika. Hubungan ini terlihat jelas dalam bidang teori medan kuantum dan kosmologi, di mana konsep baru dalam matematika dan fisika berkembang bersama.
Positive geometry adalah salah satu terobosan di persimpangan kedua bidang ini. Ide tersebut lahir dari pengembangan Diagram Feynman, sebuah cara tradisional yang digunakan ilmuwan fisika untuk memvisualisasikan interaksi partikel.
Alih-alih sekadar garis dan titik dalam diagram, interaksi partikel kini bisa digambarkan sebagai bentuk geometri berdimensi tinggi. Contoh dari konsep ini adalah Amplituhedron, pertama kali diperkenalkan oleh Nima Arkani-Hamed bersama Jaroslav Trnka pada 2013.
Amplituhedron membantu menghitung kemungkinan partikel bertumbukan dengan cara yang lebih efisien dibanding metode tradisional. Menariknya, positive geometry juga bisa dipakai untuk menjelaskan kosmologi.
Dalam penelitian kosmos, para ilmuwan menggunakan cahaya sisa dari big bang, yang dikenal sebagai cosmic microwave background, serta pola sebaran galaksi untuk mempelajari masa awal alam semesta.
Di sini, konsep cosmological polytopes yang juga bagian dari positive geometry dipakai untuk merepresentasikan korelasi pada cahaya pertama tersebut dan membantu merekonstruksi hukum-hukum fisika yang berlaku saat semesta baru lahir.
“Positive geometry masih sangat muda, tetapi punya potensi besar untuk memengaruhi riset mendasar di fisika maupun matematika. Kini tantangan ada pada komunitas ilmiah untuk merumuskan lebih rinci objek serta teori yang muncul ini, sekaligus mengujinya,” ujar Fevola dan Sattelberger dalam artikelnya.
Penelitian ini juga menjadi bagian dari proyek internasional UNIVERSE+, sebuah kolaborasi besar yang dipimpin oleh fisikawan ternama seperti Nima Arkani-Hamed, Daniel Baumann, Johannes Henn, dan matematikawan Bernd Sturmfels.
Proyek ini menghubungkan matematika, fisika partikel, dan kosmologi untuk membangun pemahaman baru tentang alam.
Lebih dari sekadar alat hitung, positive geometry dipandang sebagai sebuah “bahasa” yang bisa dipakai untuk menjembatani penjelasan alam pada semua skala dari partikel terkecil hingga struktur raksasa kosmos. (Science Daily/Z-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved