Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

Waspadai Air Isi Ulang, Jernih Belum Tentu Aman

Insi Nantika Jelita
30/7/2025 22:08
Waspadai Air Isi Ulang, Jernih Belum Tentu Aman
Sanitarian Ahli Muda dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Wuhgini memberikan edukasi publik tentang air minum.(Dok.Istimewa)

TIDAK semua air yang tampak jernih layak untuk diminum. Di balik kemudahan mengakses depot air minum isi ulang, tersembunyi berbagai risiko yang dapat berdampak langsung pada kesehatan keluarga.

Melalui kegiatan edukasi publik yang digelar di kantor Kelurahan Kalibata, Jakarta Selatan, Yayasan Jiva Svastha Nusantara mengajak masyarakat menjadi konsumen yang lebih kritis. Masyarakat diimbau tidak hanya memilih depot berdasarkan harga atau jarak, tetapi juga mempertimbangkan aspek legalitas dan higienitas depot langganan.

Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye nasional Indonesia Sehat Mulai dari Air Bermutu 2025 yang berfokus pada peningkatan literasi masyarakat mengenai kualitas air minum dan risiko kontaminasi.

Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini, Sanitarian Ahli Muda dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Wuhgini, serta Surya Putra sebagai Kepala Bidang Hukum dan Advokasi Kebijakan Yayasan Jiva Svastha Nusantara.

Wuhgini menjelaskan air hasil produksi depot bersifat mudah rusak dan tidak tahan lama. Banyak masyarakat keliru menganggap air isi ulang bisa disimpan dalam waktu lama seperti air kemasan bermerek.

"Air dari depot tidak boleh disimpan terlalu lama, baik oleh konsumen maupun pemilik depot. Kalau terlalu lama, air bisa berjamur atau terkontaminasi," ujarnya dalam keterangan resmi. 

Ia juga menekankan pentingnya pengujian laboratorium secara berkala. Banyak depot hanya melakukan uji laboratorium saat awal pembukaan, namun mengabaikan kewajiban pengujian bulanan dan semesteran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.

"Sinar ultraviolet (UV) yang dipakai untuk mematikan bakteri pun sering tidak diganti. Padahal alat itu ada batas masa pakainya. Kalau sudah lewat dan tidak diganti, maka airnya tidak lagi aman,” jelas Wuhgini.

Aspek legalitas depot air minum isi ulang (DAMIU) juga menjadi sorotan. Menurut Wuhgini, masih banyak pelaku usaha depot yang mengira sudah memiliki izin hanya karena telah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB). Padahal, NIB hanyalah tahap awal dan belum mencakup perizinan kesehatan.

"SLHS itu bukti bahwa depot telah memenuhi standar higiene dan sanitasi. Masa berlakunya hanya tiga tahun. Kalau masyarakat melihat stiker SLHS menempel, jangan langsung percaya. Cek apakah masih berlaku atau tidak,” tuturnya.

Sementara itu, Surya Putra menyoroti pelanggaran depot yang menggunakan galon bermerek. Menurutnya, praktik ini menyalahi aturan teknis yang tercantum dalam Kepmenperindag No. 651 Tahun 2004. Depot dikatakan tidak boleh menggunakan galon dengan label dagang. 

"Mereka harus menyediakan galon polos. Kalau masyarakat membawa galon bermerek ke depot, itu justru berpotensi membahayakan karena bisa menimbulkan kesan bahwa air di dalamnya adalah air bermerek,” tegasnya.

Ia juga menekankan operator depot merupakan titik rawan dalam rantai distribusi air minum isi ulang. Perilaku operator yang tidak higienis dapat menjadi sumber utama kontaminasi. Seringkali operator tidak memakai alat pelindung diri, bekerja dalam keadaan sakit, atau bahkan memiliki luka terbuka. 

"Kalau tangan yang sedang luka digunakan untuk memegang galon, itu bisa jadi pintu masuk bakteri ke dalam air,” bilangnya.

Karena itu, masyarakat harus mulai bertindak sebagai pengawas tambahan dalam memastikan kualitas air yang mereka konsumsi. Surya mendorong konsumen untuk aktif bertanya kepada pemilik depot mengenai hasil uji laboratorium terakhir, masa berlaku SLHS, dan kebiasaan higienitas operator.

“Ini bukan cuma soal harga murah. Ini soal kesehatan keluarga. Konsumen berhak tahu, dan berhak menuntut depot untuk taat aturan,” katanya. (E-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya