Menyelamatkan Mangrove Bersama Anak-Anak Jalanan

Liliek Dharmawan
10/11/2016 09:17
Menyelamatkan Mangrove Bersama Anak-Anak Jalanan
(MI/LILIEK DHARMAWAN)

NILAI-NILAI kepahlawanan tidak pernah mati. Tantangan zaman membutuhkan sosok panutannya sendiri. Tokoh panutan masa kini tidak lagi memanggul senjata, tetapi berkarya nyata bagi kemajuan bangsa di segala bidang. Hal itu pula yang dilakukan Sukamsi, 43, penggagas penghijauan mangrove di Pantai Logending, Kabumen Cilacap, Jawa Tengah.

Sukamsi telah mengubah Pantai Logending yang rusak akibat diterjang gelombang tsunami pada 2006 lalu itu ditumbuhi dengan mangrove. Saat ini di sekitar pantai itu ditumbuhi tanaman mangrove setinggi kurang dari 1 meter, tetapi ada pula yang setinggi 3-5 meter. "Sekarang sudah ada burung hantu yang menghuni mengrove," ujar Sukamsi, inisiator Kelompok Pecinta Lingkungan Pantai Selatan (KPL Pansel) saat ditemui di Pantai Logending, pekan lalu.

Kawasan mangrove di Logending tidak hanya menjadi tempat habitat burung, tetapi juga ikan, udang, dan kepiting. "Ternyata begitu mangrove mulai tumbuh, biota laut kembali muncul. Mangrove menjadi tempat perkembangbiakan bagi biota laut sehingga tangkapan juga lebih gampang diperoleh terutama ikan, udang, dan kepiting. Bahkan, kepiting pun lebih besar kalau dibandingkan dengan pada saat hutan mangrove masih rusak," ungkap Sukamsi.

Ia kemudian bercerita bagaimana dulu mangrove sangat rusak setelah diterjang gelombang tsunami pada 2006. "Untuk mendapatkan ikan, udang, dan kepiting seperti biasanya sangat susah. Awalnya bingung juga, tetapi setelah membaca dan diskusi, salah satu sebab mengapa biota laut menghilang ialah habitatnya rusak yakni hutan mangrove," kata dia.

Sukamsi yang merupakan warga Desa Karangduwur, Kecamatan Ayah, kemudian mengajak anak-anak jalanan binaannya. "Kalau sebelumnya kegiatannya ialah mendidik anak-anak jalanan agar tetap mengenyam pendidikan, kini ada tambahan kegiatan lain yakni menghijaukan mangrove. Mereka sangat semangat karena sewaktu mangrove masih bagus, dengan gampang mereka bisa mendapat hasil tangkapan," ujar Sukamsi.

Bersama anak-anak jalanan binaannya, mulailah Sukamsi melakukan penghijauan. Sebagai langkah mula, ia mengumpulkan berbagai macam bibit mangrove yang berserakan. "Akan tetapi, sebelumnya, saya sudah membuat denah penanaman hutan mangrove. Alasan saya, jika nanti mangrove sudah tinggi, lorong-lorong air tersebut dapat dilewati perahu," ungkapnya.

Selain mencari bibit mangrove seadanya, Sukamsi mengirimkan proposal ke sejumlah lembaga pemerintahan dan pihak ketiga. Namun, apa daya, hampir seluruh proposal ditolak. Apalagi, proposal itu menyebutkan penghijauan tersebut akan dijalankan anak-anak jalanan. "Tidak apa-apalah, yang penting kami tetap bersemangat menghijaukan kawasan Logending, Ayah, dengan menanam mangrove," ucap Sukamsi.

Bantuan dari pemdes
Menurutnya, aktivitas anak-anak jalanan yang dikomandani Sukamsi itu mendapat perhatian dari Pemerintah Desa (Pemdes) Ayah setelah tiga tahun berjalan sendiri. Pemdes mendorong aktivitas Sukamsi bersama anak-anak jalanan diorganisasi.

"Dari situlah, aktivitas kami yang sebelumnya hanya menggunakan nama kelompok mangrove, kemudian berganti menjadi Kelompok Pecinta Lingkungan Pantai Selatan atau KPL Pansela. Pada 2010 itu jugalah, Kemenhut atau waktu itu Dephut memberikan bantuan dana untuk penghijauan karena KPL Pansela membuat proposal penghijauan tanpa ada penebangan," paparnya.

Inilah yang menjadi daya tarik tersendiri sehingga KPL Pansel mendapat bantuan untuk membuat kebun bibit rakyat (KBR). Dengan pembentukan KBR inilah, penghijauan mangrove bisa tancap gas.

Dengan program itu, KPL Pansel memiliki kesempatan untuk menanam 50 ribu bibit mangrove. Jumlah bibit tersebut mampu untuk menghijaukan sekitar 5 haktare. "Dari penghijauan yang kami lakukan sejak 2007 silam dan digenjot sejak 2010 lalu, kini sudah ada area 50 ha yang dihijaukan," ujarnya.

Hutan mangrove yang kini telah menghijau telah dimanfaatkan untuk ekowisata. Ternyata, pembuatan lorong-lorong air menjadikan mangrove di Kebumen itu memiliki jalan perahu sehingga pengunjung dapat menikmati sejuknya mangrove setelah mengunjungi kawasan pantai yang panas. "KPL Pansela juga mengelola ekowisata mangrove Logending. Ongkos naik perahu hanya Rp10 ribu dan masuknya Rp5.000. Kami memang belum menjadikan lokasi setempat sebagai wisata komersial sehingga ongkos masuk itu sesungguhnya hanya untuk dana pemeliharaan mangrove saja," ujarnya.

Perjuangan Sukamsi yang tanpa pamrih itu mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Lulusan sarjana hukum dan program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Surakarta itu mendapat penghargaan sebagai juara nasional Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat serta memperoleh Kalpataru tingkat Jateng. Terakhir di Manado, Sukamsi memperoleh penghargaan tokoh inspiratif dalam bidang kebencanaan dari Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). Penghargaan bagi Sukamsi bukanlah menjadi targetnya karena baginya, apa yang dia lakukan harus terus berguna bagi sesama. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya