Headline

Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.

Kiai As'ad, Berjuang dengan Organisasi dan Pendidikan

10/11/2016 06:30
Kiai As'ad, Berjuang dengan Organisasi dan Pendidikan
(WIKIPEDIA)

TERLAHIR di Mekah dan menjalani masa kecil di kota tersebut membuat Raden As'ad Samsul Arifin sangat lekat dengan Islam.

Lelaki yang lahir pada 1897 ketika orangtuanya, Raden Ibrahim (KH Samsul Arifin) dan Siti Maimunah, menunaikan ibadah haji itu lalu kembali ke Tanah Air di usia 6 tahun.

As'ad yang berorangtua asli Madura itu lalu mulai mengenyam pendidikan Islam di Pesantren Sumber Kuning, Pamekasan.

Pada usia 16 tahun, As'ad kembali dikirim sang ayah menimba ilmu Islam di Mekah.

Sekembalinya dari Mekah, As'ad menggantikan posisi sang ayah untuk memimpin Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Jawa Timur, yang dikembangkan sejak 1914.

As'ad muda yang ketika itu dikenal dengan nama KH Raden As'ad Samsul Arifin atau Kiai As'ad pun tanpa disangka banyak orang mampu membuat pondok pesantren itu semakin besar dan berkembang pesat.

Setidaknya ada 5.000 santri turut menimba ilmu di lembaga pendidikan yang dipimpinnya semenjak sang ayah wafat pada 1951.

Di bawah kepemimpinan KH As'ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah berkembang dengan mendirikan madrasah ibtidaiah, madrasah sanawiah, dan madrasah aliah, juga sekolah umum seperti SMP, SMA, dan SMEA.

Banyak masyarakat sekitar Situbondo dan kota lain di Jawa Timur yang menyekolahkan anak-anak mereka di pondok pesantren tersebut.

Ketenaran nama Kiai As'ad di kalangan masyarakat khususnya Jawa Timur tidak hanya bersumber dari kesuksesan mengambangkan pondok pesantren.

As'ad juga terkenal sebagai tokoh yang berjasa mendirikan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nadhlatul Ulama (NU).

Kiai As'ad yang juga pernah belajar di Pondok Tebuireng pimpinan KH Hasyim Asyari dan menjadi kurir ulama itu pada 1929 sempat tergabung dalam Sarikat Islam.

Kiai As'ad muda juga diketahui punya kedekatan dengan Presiden pertama RI Soekarno.

Resolusi jihad
Dalam buku yang berjudul KH As'ad Syamsul Arifin: Riwayat Hidup dan Perjuangannya, yang ditulis tim dengan ketua KH M Hasan Basri, disebutkan mengenai Kiai As'ad yang aktif melawan penjajah Jepang.

Pada buku itu juga diceritakan peran Kiai As'ad dalam memimpin Laskar Pelopor dari Situbondo dan Jember untuk mengusir tentara Jepang yang tetap ingin bertahan di wilayah Jember.

Pada suatu perundingan sekitar Agustus 1945, Kiai As'ad mampu menggertak tim perunding militer Jepang untuk meninggalkan Indonesia dan tentara Jepang bersedia dilucuti senjata.

Dalam kepengurusan NU, Kiai As'ad ialah salah satu ulama yang menjadi peserta pada pertemuan PBNU di Surabaya, 22 Oktober 1945.

Pertemuan itu kemudian menghasilkan Resolusi Jihad yang berisi lima poin terkait dengan kewajiban umat Islam.

Khususnya warga NU wajib untuk berperang melawan penjajah sebagai kewajiban setiap individu.

Pada akhir masa hidupnya, Kiai As'ad lebih banyak menghabiskan waktu sebagai ulama.

Meski Kiai As'ad tidak lagi aktif dalam politik, banyak pengamat menilai ia adalah salah seorang dari sedikit ulama yang pandai menjembatani saat ada ketegangan antara pemerintah dan kalangan umat Islam, khususnya warga NU.

Di rumah sederhana berukuran sekitar 3x6 meter pada area Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Kiai As'ad menghabiskan masa tuanya.

Pada usia 90 tahun, tepatnya 4 Agustus 1990, lelaki yang berjasa dalam perjuangan merebut kemerdekaan dan mencapai kemajuan dalam pendidikan tersebut meninggal.

Saat ini, setelah melalui proses pengajuan sejak setidaknya dua tahun terakhir, KH Raden As'ad Samsul Arifin resmi ditetapkan menjadi pahlawan nasional.

Kiai As'ad ialah satu-satunya tokoh yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun ini oleh Presiden Joko Widodo. (Putri Rosmalia/S-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya