"HANYA perlu tiga tahun untuk membuat tanah di situ menghilang," ujar Agus Saptanudin seraya menunjuk ke arah delta Sungai Bodo, Cilacap, akhir pekan lalu.
Sekretaris Kelompok Pecinta Lingkungan Pantai Selatan (KPL Pansela) itu menyebut abrasi pantai sebagai pangkal masalah. Kerusakan itu berdampak pada penyempitan tanah di wilayah tersebut.
Tiga tahun lalu jarak jalan aspal ke bibir pantai 100 meter, kini hanya menyisakan sekitar 10 meter. "Sebenarnya, kami sempat menanam bakau di sekitar sana, tapi oleh masyarakat setempat ditebang lagi," keluhnya.
Padahal, bakau berperan penting dalam menahan abrasi pantai. Mangrove mempunyai akar yang tahan banting terhadap ombak sehingga bisa berfungsi memecah ombak. Di samping itu, bakau menjadi tempat favorit hewan-hewan laut bernilai ekonomis.
"Masyarakat masih menganggap bakau itu mengganggu mereka karena ikan-ikan sembunyi di balik akar bakau. Justru, dengan adanya bakau itu, masyarakat enggak perlu lagi jauh-jauh menangkap ikan."
Hutan mangrove yang berada di Pantai Ayah, Gombong, berhasil mengembalikan kehadiran kakap putih yang lama menghilang di wilayah itu.
Harga jualnya bisa mencapai Rp45 ribu per kg. Belum lagi kepiting dan udang betah tinggal di antara akar bakau. Bahkan, spesies burung yang sebelumnya menghilang kini kembali menetap. Hutan itu terletak berseberangan dengan delta Sungai Bodo.
"Penghasilan nelayan di sini meningkat signifikan jika dibandingkan dengan sebelum ada program konservasi. Nilai pastinya saya kurang paham, tapi produksinya meningkat."
Berdayakan anak jalanan Program konservasi mangrove di Pantai Ayah terlaksana berkat inisiatif Sukamsi. Mantan nelayan itu awalnya hanya ingin kembali menanam bakau agar bisa mengembalikan kepiting di kawasan itu. Kepiting merupakan lauk penting guna memenuhi konsumsi rumah tangga sehari-hari.
"Saya hanya punya nasi. Untuk lauknya saya biasa menangkap kepiting, tapi belakangan jadi susah dicari karena mangrovenya rusak," tutur Sukamsi saat ditemui di sela-sela penanaman 10 ribu mangrove yang diselenggarakan Martha Tilaar Group di kawasan itu.
Ia berinisiatif menanam lagi mangrove yang rusak sejak masa reformasi, 2003. Upayanya semakin giat saat ia membentuk KPL Pansela pada 2007 atau setahun pascatsunami di wilayah itu.
Ia mengajak anak-anak asuhnya untuk selalu menanam lima propagul setiap mereka menangkap ikan di kawasan Pantai Ayah. Walau begitu, ia mengaku tidak mudah meyakinkan sebagian besar anak asuhnya karena mereka tidak mendapat manfaat dalam waktu singkat.
"Anak-anak jalanan itu orientasinya uang. Kami coba ubah mereka dengan bilang mereka bisa mendapat jauh lebih banyak asal bisa sabar."
Upaya persuasinya mendatangkan hasil. Dari 1 ha yang tersisa pada 2003, lahan mangrove kini berkembang menjadi 50 ha.
Pemerintah Kabupaten Kebumen juga mulai menaruh perhatian dengan menjadikan kawasan itu hutan suaka yang dilindungi dengan total luas 150 ha. Hal itu berarti masih ada 100 ha lahan yang perlu ditangani. (Dinny Mutiah/H-1)