Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

RUU Perjanjian Paris Dibawa ke Paripurna

Indriyani Astuti
18/10/2016 09:17
RUU Perjanjian Paris Dibawa ke Paripurna
(Antara/Puspa Perwitasari)

FRAKSI-FRAKSI di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat menyetujui Ran­cangan Undang-Undang (RUU) tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim, untuk dibahas dalam rapat paripurna dan disahkan menjadi undang-undang.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat dengar pendapat (RDP) mini fraksi Komisi VII DPR RI bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Seluruh fraksi menganggap keterlibatan Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut meratifikasi Perjanjian Paris menyangkut perubahan iklim sangat penting.

“Dengan menyadari bahaya dari pemanasan global, masalah perubahan iklim merupakan urgensi nasional. Fraksi kami setuju agar RUU ini dibahas lebih lanjut untuk disahkan dalam undang-undang,” ujar Dony Maryadi dari F-PDIP.

Senada, F-PAN pun menyatakan RUU tersebut memiliki posisi penting untuk menjaga bumi dari perubahan iklim, salah satunya menjaga ambang batas kenaikan suhu di bawah 2% sehingga 55 negara yang ikut menandatangani Ratifikasi Paris berkomitmen mereduksi emisi global mencapai 55%.

Hanya, DPR memberikan sejumlah catatan, yakni RUU mengenai Perjanjian Paris diharapkan dapat menjamin peningkatan kesadaran, dukungan pendanaan, dan transfer teknologi dalam kegiatan penanganan perubahan iklim di masa mendatang. Selain itu, juga perlu komitmen pemerintah dalam kebijakan energi dengan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan.

Menteri Siti menyampaikan persetujuan dari DPR penting dalam keberlanjutan Perjanjian Paris.

“Dengan pengambilan keputuaan minifraksi, amanat UUD 1945 dapat lebih sistematis dan diaktualiasikan dengan kesadaran adanya ancaman dari perubahan iklim yang menjadi satu agenda prioritas yang harus diperhatikan,” tutur Siti.

Indonesia menetapkan target Nationally Determined Contributions (NDC) atau pengurangan kontribusi emisi gas karbon nasional sebesar 29%. Siti menyatakan rencana aksi pengurangan emisi nasional, antara lain dari sektor energi sebesar 17%, kehutanan 7%-8%, industri 3%-4%, dan sampah serta limbah sebesar 1%. Perjanjian Paris atau Convention on Parties 22 (COP22) akan diadakan pada November.

Sebelum COP22
Pemerintah menargetkan proses ratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement) rampung sebelum Konferensi Global Perubahan Iklim (COP22) digelar November nanti di Maroko. Indonesia harus segera merampungkan dokumen NDC dan ratifikasi Perjanjian Paris agar dapat memegang peran penting dalam pembahasan peraturan global terkait dengan perubahan iklim.

Hal itu agar Indonesia bisa menjadi negara penentu pemberlakuan perjanjian global itu (entry into force).

Entry into force atau pemberlakuan Perjanjian Paris dapat terjadi bila 55 dari 175 negara penandatangan perjanjian itu pada COP21 melakukan ratifikasi. Diperkirakan 55% penurunan emisi dunia bisa tercapai lewat negara-negara tersebut. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik