Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

12 Perusahaan Ayam Terbukti Kartel

Gabriela Jessica Sihite
14/10/2016 06:50
12 Perusahaan Ayam Terbukti Kartel
(ANTARA/Irwansyah Putra)

SEBANYAK 12 perusahaan pembibitan ayam terbukti melakukan praktik kartel karena telah bersepakat dalam menentukan jumlah ayam jenis pedaging atau indukan (parent­stock/PS) yang diapkir dini (dimusnahkan). Konsekuensinya, 11 dari 12 perusahaan itu dikenai denda total Rp119,7 miliar yang harus dibayarkan ke kas negara.

Ketua Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kamser Lumbanradja mengatakan seluruh perusahaan pembibitan ayam tersebut terbukti melanggar Pasal 11 UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat terkait peng­aturan produksi bibit ayam pedaging (broiler) di Indonesia.

Mereka diketahui telah mengadakan pertemuan dan kesepakatan pada 14 dan 21 September 2015 untuk menentukan jumlah ayam yang diapkir dini oleh setiap perusahaan.

Ke-12 perusahaan tersebut ialah PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk (CPI), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Ma­lindo Feedmill Tbk, PT CJ-PIA, PT Taat Indah Bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, PT Hybro Indonesia, PT Expravet Nasuba, PT Wonokoyo Jaya Corporindo, CV Missouri, PT Reza Perkasa, dan PT Satwa Borneo Jaya. Namun, PT Expravet Nasuba tidak dikenai denda karena telah melakukan apkir dini sebelum terjadi pertemuan.

“Berdasarkan porsi PS yang diapkir dini dan keuntungan yang didapat, PT Charoen Pokhpand Indonesia dan PT Japfa Comfeed Indonesia ditetapkan harus membayar denda maksimal sesuai UU 5/1999, yakni Rp25 miliar untuk setiap perusahaan,” papar Kamser saat membacakan putusan di Kantor KPPU, Jakarta, kemarin.

Menurut Ketua KPPU M Syarkawi Rauf, CPI dan Japfa semestinya dikenai denda lebih besar. Pasalnya, keuntungan yang mereka dapat dari praktik apkir dini tersebut lebih besar ketimbang denda yang dikenakan.

“Namun, denda maksimal dalam UU hanya Rp25 miliar. Padahal, market share mereka menguasai lebih dari 70% industri unggas nasional.’’

Tindakan ke-12 perusahaan itu, kata Syarkawi, telah membuat peternak mandiri merugi. Sebelum ada apkir dini PS, harga bibit ayam (DOC) hanya Rp4.200 per ekor. Namun, setelah apkir dilakukan, sebanyak 2 juta ekor DOC pada tahap I Desember 2015, harga DOC langsung melambung menjadi di atas Rp6.000 per ekor.

Dia mengatakan peternak ayam mandiri menjadi pihak yang dirugikan karena tidak mendapatkan pasokan DOC. Pasokan itu hanya diberikan kepada peternak mitra para perusahaan yang melakukan kartel. “Kerugian peternak mandiri sampai Rp224 miliar pada tahun lalu. Ini lumayan besar.’’

Setelah putusan itu, Syarkawi akan menghadap Presiden Joko Widodo untuk memberikan rekomendasi terkait industri perunggasan. Dia berharap DPR dan pemerintah mau me­revisi UU No 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menurutnya, UU tersebut merupakan pintu masuk konglomerasi perunggasan dan bisa mematikan peternak mandiri.

Kasus apkir dini PS dianggap sah oleh para pelaku usaha karena ada Surat Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian yang meminta apkir dini PS sebanyak 6 juta ekor. Penga­cara PT CPI, Harjon Sinaga, pun akan mengajukan keberatan ke penga­dilan negeri. “Kami kan perusahaan pakan unggas. Yang melakukan apkir dini anak usaha CPI, yakni PT Charoen Pokhpand Jaya Farm. Ini namanya salah alamat.’’

“Kami juga tentu akan mengajukan keberatan ke pengadil­an negeri setelah bicara dulu dengan manajemen. Kami merasa hanya menjalankan perintah dari pemerintah,” ucap Public Relation Manajer PT Wonokoyo Jaya Corporindo Heri Setiawan secara terpisah. Perusahaan pembibitan ayam itu dikenai denda Rp10,83 miliar. (X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik