JALAN panjang melawan penyakit HIV/AIDS kembali menemui optimisme. Rabu (18/2) lalu, The Scripps Research Institute (TSRI), Florida, AS, mengumumkan vaksin baru yang diproyeksikan bisa digunakan untuk menangkal virus pengganggu sistem kekebalan tubuh manusia itu.
Hasil studi menyatakan obat AIDS yang mereka kembangkan mampu menangani virus HIV dan diklaim lebih ampuh ketimbang antibodi lain.
Ilmuwan menguji coba prototipe vaksin bernama eCD4-Ig. Mereka menciptakan virus AIDS khusus untuk hewan. Vaksin lalu diinjeksi kepada monyet macaque yang menjadi kelinci percobaan.
Hasilnya, sistem perlindungan mampu bekerja efektif melawan setiap organisme HIV-1, HIV-2, dan SIV (simian immunodeficiency virus) walau virus dengan dosis tinggi disuntikkan berkali-kali.
Vaksin eCD4-Ig merupakan mimik (imitasi) yang terdiri atas sel reseptor dan berfungsi sebagai penangkal. Sel tersebut merupakan sel darah putih yang berperan membantu tubuh dalam melawan infeksi dan menjaga imunitas tubuh.
Studi yang didanai US National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIH) itu melanjutkan penemuan molekul sebelumnya, yaitu reseptor CCR5. Tim mengembangkan imitasi reseptor melalui eksperimen selama 40 minggu.
"Kami telah berhasil mengembangkan mimik yang tepat untuk mencegah dan menangkap virus," kata Matthew Gardner, peneliti TSRI yang juga penulis utama laporan riset itu.
Selanjutnya, tingkat keamanan prototipe itu masih perlu diuji coba. "Kami harus melakukan kajian lanjutan terkait dengan segi keamanan vaksin, baik pada monyet macaque maupun manusia,"
Tiga dekade Upaya penciptaan vaksin HIV merupakan salah satu perjuangan panjang dalam melawan epidemi AIDS, yang muncul pertama kali pada 1981 di AS. Sebelumnya, beberapa kandidat vaksin gagal berkembang dan bermutasi. Percobaan pertama pada 1987 tidak menghasilkan vaksin yang ampuh.
Vaksin RV144, yang dikembangkan enam tahun silam, mampu mengurangi risiko infeksi AIDS pada 16 ribu pasien di Thailand. Meskipun demikian, tingkat keberhasilan obat sebesar 32% masih dipandang tidak efisien.
Obat antiretroviral, yang ditemukan pada 1990-an, hanya mampu merawat tetapi tak bisa mengobati atau mencegah virus. Sejak 1981 hingga kini, tercatat 78 juta orang terinfeksi HIV di dunia. Badan PBB mencatat epidemi tersebut telah menewaskan sebanyak 39 juta orang.