Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
KARENA penanganan pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melalui penegakan hukum ternyata tidak cukup, perlu pendekatan dari aspek moral agar para pembakar baik korporasi ataupun individu mau bertanggung jawab. Kemarin, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang hukum pembakaran hutan dan lahan serta pengendaliannya.
Terdapat sejumlah ketentuan hukum dalam fatwa tersebut, di antaranya melakukan pembakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan, dan dampak buruk lainnya, hukumnya haram.
"Serta memfasilitasi, membiarkan, atau mengambil keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan sebagaimana yang dimaksud, hukumnya haram," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Huzaemah T Yanggo di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, kemarin.
Selain itu, fatwa MUI tersebut memuat soal pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang pada prinsipnya dilakukan dengan syarat-syarat, yakni memperoleh hak yang sah untuk pemanfaatan, mendapatkan izin pemanfataan dari pihak berwenang sesuai ketentuan berlaku, ditujukan untuk kemaslahatan, dan tidak menimbulkan kerusakan dan dampak buruk termasuk pencemaran lingkungan.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Hayu S Prabowo menambahkan sebagian besar penyebab karhutla ialah manusia (baik koorporasi ataupun masyarakat setempat) yang membuka ladang dengan membakar lahan. "Melalui fatwa ini diharapkan, muncul gerakan moral bahwa karhutla ialah tanggung jawab semua pihak sehingga ada kontrol sosial dan perubahan perilaku masyarakat.
"Hayu mengungkapkan MUI mengeluarkan fatwa karena diminta KLHK. Sebagai tindak lanjut, MUI akan membentuk dai konservasi untuk menyosialisasikan fatwa itu kepada masyarakat, tokoh agama, LSM, dan pemerintah daerah.
Di tempat yang sama, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyampaikan, dalam mengatasi persoalan lingkungan, hal yang paling penting ialah kampanye dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. "Dari pengalaman empiris di lapangan, hukum materi dan formal tidak cukup. Oleh karena itu, aspek moral dengan adanya fatwa penting," tutur Siti.
Sejauh ini, MUI sudah mengeluarkan empat fatwa terkait dengan lingkungan, yaitu ramah lingkungan, pengurangan sampah, satwa langka, dan pembakaran hutan.
Jumlah titik panas
Sebaran titik panas (hotspot) di beberapa daerah selama dua pekan terakhir mengalami kenaikan. Berdasarkan pantauan satelit Lapan Terra/Aqua, jumlah hotspot di 11 daerah meningkat pada 31 Agustus-13 September. Sebelas daerah itu ialah Bangka Belitung, Kalbar, Kalteng, Bengkulu, Lampung, NTB, NTT, Riau, Sulteng, Sulbar, dan Sumut. Kalbar menjadi daerah dengan peningkatan titik panas terbanyak, yakni mencapai 194 titik panas.
Terhitung pada 7-13 September, terdeteksi 400 hotspot di seluruh Indonesia. Jumlah itu meningkat dari pekan sebelumnya (31 Agustus-6 September) dengan 125 hotspot.
"Sumber kebakaran berasal dari pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian di Kabupaten Sekadau, Ketapang, Landak, dan Sanggau," ungkap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, kemarin. (Pro/RK/SS/AR/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved