Nomenklatur Baru Perkuat Peran Badan PP

Puput Mutiara
06/9/2016 09:16
Nomenklatur Baru Perkuat Peran Badan PP
(Antara/Akbar Nugroho Gumay)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PP dan PA) segera mengubah nomenklatur Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana menjadi Dinas PP dan PA seiring telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 18/2016 tentang Perangkat Daerah.

Menurut Menteri PP dan PA Yohana S Yembise, perubahan tersebut serempak akan dilakukan pada 2017 di seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Adapun saat ini, pihaknya sedang mempersiapkan segala sesuatunya termasuk sarana prasarana pendukung seperti bangunan fisik dan sebagainya. “Kami minta ke Kemendagri supaya ini diubah karena selama ini Badan PP kita masih satu dengan KB. Dengan berdiri sendiri menjadi dinas, mereka bisa bekerja lebih fokus mengatasi persoalan perempuan dan anak,” ujarnya seusai Pencanangan Kabupaten Lamandau Menuju Kota Layak Anak (KLA) di Kalimantan Tengah, kemarin.

Apalagi, jelas menteri asal Papua tersebut, UU No 23/2014 tentang Pemda telah mengamanatkan urusan PP dan PA sebagai urusan wajib nonpelayanan. Itu artinya, dibutuhkan penanganan khusus apalagi belakangan ini beragam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kian marak muncul ke permukaan.

“Tugas mereka di daerah tidak hanya mengawasi, tapi mencegah agar tidak terjadi kasus kekerasan yang menjadikan anak sebagai korban. Sebab, anak merupakan calon pemimpin masa depan, begitu pun perempuan yang harus kita jaga karena tanpa perempuan planet ini kosong,” ungkapnya.

Di samping itu, imbuh Yohana, pemerintah daerah juga harus berperan aktif melakukan sosialisasi ke masyarakat supaya lebih menjaga perempuan dan anak. Selain itu berupaya menciptakan suasana Kota Layak Anak (KLA) dengan menyediakan fasilitas yang mampu mendorong tumbuh kembang anak secara optimal. “Lebih penting ialah bagaimana setiap pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia bisa menjamin pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak,” tandasnya.

Komitmen politik
Menurut Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Said Ismail, komitmen politik dari pemerintah diperlukan untuk dapat mengatasi berbagai situasi seperti anak berhadapan dengan hukum atau sejumlah persoalan lain menyangkut pemenuhan hak sipil dan partisipasi anak. “Kalau tidak ada kemauan politik yang kuat, mustahil. Sebab, itu semua hanya bisa diwujudkan melalui kebijakan yang pro terhadap anak,” ucapnya.

Sebagai contoh, Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No 69/2013 tentang Pedoman Pengarusutamaan KLA. Dengan adanya regulasi tersebut, pemerintah kabupaten/kota akan terdorong untuk dapat mewujudkan 31 indikator KLA yang dibagi ke dalam lima cluster pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Bupati Lamandau Marukan mengusulkan agar KLA dapat menjadi salah satu indikator penilaian terhadap kinerja pemda. Dengan demikian hal itu akan semakin memotivasi para pembuat kebijakan dan pelaksana tugas di pemerintahan daerah untuk mengedepankan kepentingan anak. “Di tempat kami sudah ada kebijakan 1 desa 1 PAUD dan minimal ada 1 puskesmas. Arah pembangunan di Lamandau juga kami pastikan beriringan dengan pemenuhan hak perempuan dan anak,” pungkasnya. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya