Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
RAUT riang tampak di wajah 22 anak suku Moro yang berkumpul di bandara di Kota Davao, Filipina. Kamis (29/8) itu, mereka menaiki pesawat sewaan. Mereka terbang menuju Aceh,Indonesia. Di Bumi Serambi Mekah, mereka akan menimba ilmu selama empat tahun di Sekolah Sukma Bangsa (SSB) Pidie. Program beasiswa yang mereka terima merupakan bentuk komitmen Yayasan Sukma dalam lanjutan dari negosiasi pembebasan sandera pada Mei lalu. Sedianya ada 31 anak yang mendapat beasiswa, tapi 9 anak urung berangkat karena masih terkendala pengurusan dokumen.
Program beasiswa ini seperti mengulang peristiwa yang menjadi latar belakang diresmikannya SSB pada 10 tahun lalu. Program itu bukan menyamakan Aceh dan Mindanao. Konflik yang terjadi membutuhkan sebuah program pendidikan yang dapat menumbuhkan sikap saling menghargai antarsesama. Dengan program pendidikan pula, kesempatan anak-anak di daerah konflik tidak terenggut.
Anak-anak Moro yang mendapat beasiswa berasal dari enam wilayah di kawasan Mindanao yang merupakan pusat konflik. Wilayah tersebut ialah Lanao del Sur, Maguindanao, Zamboanga, Basilan, Tawi-tawi yang merupakan lokasi diculiknya para WNI, dan Sulu yang merupakan markas sekaligus tempat penawanan para sandera asal Indonesia pada Maret hingga awal Mei 2016. Perekrutan penerima beasiswa berlangsung selama dua minggu sejak akhir Mei hingga pertengahan Juni 2016. Anak-anak yang dipilih memiliki hubungan kekerabatan langsung dengan kombatan (anggota masyarakat bersenjata yang terjun ke arena konflik) ataupun masyarakat sipil yang hidup di bawah tekanan konflik. Empat tahun di negeri orang memang mungkin bukan masa yang mudah bagi anak-anak tersebut. Namun, bukan saja dunia ilmu yang terbentang bagi mereka, melainkan juga persahabatan dan rasa cinta perdamaian. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved