Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
Ketidaksuburan menjadi problem yang dihadapi sebagian pasangan suami istri. Diperkirakan, masalah itu terjadi pada 15% pasangan suami istri di dunia. Faktor penyebabnya bisa berasal dari pihak istri maupun suami. Pada sisi suami, ketidaksuburan bisa disebabkan karena faktor pekerjaan. "Secara medis, pasangan dikategorikan tidak subur atau infertil jika tidak dapat memiliki keturunan secara alamiah setelah rutin berhubungan seksual tanpa pengaman setidaknya selama setahun. Penyebabnya, lebih dari 50% berasal dari faktor pria," ujar dokter spesialis urologi dari Klinik Urologi RSU Bunda Jakarta, Sigit Solichin, pada diskusi kesehatan di RS tersebut, Jumat (12/8). Infertilitas pada pria, lanjutnya, merupakan proses yang sangat kompleks. Agar dapat terjadi kehamilan pada istri, suami harus menghasilkan sperma yang sehat dalam jumlah yang cukup.
"Untuk menghasilkan sperma sehat dan cukup, prosesnya diawali sejak awal masa pubertas, di masa pertumbuhan organ reproduksi pria. Setidaknya, salah satu dari dua testikel harus berfungsi normal, disertai produksi testosteron dan hormon-hormon lain yang berperan dalam menstimulasi produksi sperma." Selanjutnya, sambung Sigit, sperma yang diproduksi di testikel harus terbawa melalui cairan semen saat ejakulasi agar dapat membuahi sel telur si istri. Jumlah sperma yang ada dalam cairan ejakulat harus cukup agar peluang terjadi pembuahan tinggi. "Jumlah sperma yang kurang dari 15 juta per milimeter semen atau jumlah total sperma kurang dari 39 juta per ejakulasi dianggap rendah. Selain jumlah cukup, bentuk dan gerakan sperma harus baik sehingga dapat membuahi sel telur," kata Sigit. Berbagai gangguan dapat mengurangi kuantitas dan kualitas sperma, termasuk yang berasal dari pekerjaan sehari-hari sang suami. "Berbagai pajanan di tempat kerja berpotensi menyebabkan infertilitas. Namun memang, diagnosis sulit ditegakkan karena pemahaman yang kurang dan baru disadari berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Antara lain karena status pekerja belum menikah sehingga sulit menilai status kesuburannya," jelas dokter spesialis okupasi sekaligus konsultan RSU Bunda Jakarta, Kasyunnil Kamal, pada kesempatan sama.
Ia mengungkapkan pajanan yang mungkin ditimbulkan di lokasi pekerjaan di antaranya paparan panas yang berpotensi menurunkan jumlah sperma, motilitas (kecepatan gerak), dan perubahan bentuk sperma, mengingat produksi sperma membutuhkan suhu 3-4 derajat celsius lebih rendah daripada suhu tubuh. Radiasi di tempat kerja seperti radiasi pengion atau radiasi yang bermuatan listrik dapat menyebabkan ketiadaan sperma dalam cairan semen (azoospermia). Bahkan, radiasi non-pengion atau radiasi elektromagnetik dengan energi rendah seperti pancaran infra merah dan gelombang mikro dapat juga menurunkan jumlah dan motilitas sperma. Misalnya, radiasi dari microwave dan medan elektromagnetik. Paparan logam seperti timbal, merkuri, kadmium, boron, dan paparan zat kimia seperti pestisida, serta zat pelarut seperti karbon disulfida dan glycol dapat mengubah bentuk sperma, menurunkan jumlah dan pergerakan sperma, serta menurunkan volume semen.
Karena itulah, kata Kasyunil, laki-laki perlu mengetahui potensi penyebab gangguan kesuburan yang ada di tempat kerja. "Jika ada, lakukan langkah-langkah untuk meminimalkan risiko tersebut, antara lain dengan praktik kerja yang tepat, kontrol teknik, dan alat pelindung diri yang dapat digunakan untuk mengurangi pajanan dari zat berbahaya." Langkah berganti pekerjaan yang lebih 'aman', menurut Kasyunil, juga bisa dilakukan jika kondisi memungkinkan, mengingat pada laki-laki, sperma diproduksi setiap tiga bulan sekali. Lingkungan yang lebih sehat memungkinkan produksi sperma yang lebih sehat juga pada periode produksi berikutnya.
Varikokel
Pada kesempatan itu, urolog Sigit Solichin juga menjelaskan varikokel sebagai penyebab infertilitas pada laki-laki. Varikokel merupakan pelebaran pembuluh darah vena di testikel, seperti varises. Kelainan itu menjadi penyebab utama infertilitas pada pria yang dapat diterapi. "Sekitar 15,6% kasus infertilitas pada laki-laki disebabkan varikokel," kata Sigit. Penyebab varikokel, sambung Sigit, sampai saat ini tidak jelas. Namun diduga, kondisi tersebut meningkatkan suhu pada testikel sehingga proses produksi sperma menjadi terganggu. "Varikokel menyebabkan kualitas sperma yang diproduksi cacat atau tidak berkualitas. Gangguan ini bisa diatasi melalui operasi," jelasnya. Selain varikokel dan pajanan lingkungan berbahaya pada pekerjaan sehari-hari, ada berbagai faktor lain penyebab infertilitas pada laki-laki. Mulai dari infeksi hingga kelainan genetik. "Dibutuhkan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan penyebab ketidaksuburan dan menentukan langkah penanganannya. Pada dasarnya dengan teknologi kedokteran saat ini, infertilitas pria dapat ditangani, namun pasien tetap disarankan melakukan pencegahan dengan menjalani gaya hidup sehat," pungkas Sigit. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved