Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Membaca Sejarah lewat Lukisan

Astri Novaria
02/8/2016 07:22
Membaca Sejarah lewat Lukisan
(MI/ADAM DWI)

SEPERTI istana di banyak negara yang dindingnya penuh dihiasi karya seni berkualitas tinggi, demikian juga dengan Istana Kepresidenan RI. Sayangnya, dinding di istana itu tidak cukup luas untuk menampung ribuan lukisan koleksi Presiden pertama RI Soekarno sehingga cuma tersimpan di gudang. Akibatnya, karya seni sejumlah maestro terkenal pun tak pernah diketahui publik.

Namun, lewat pameran bertajuk 17/71: Goresan Juang Kemerdekaan di Galeri Nasional Jakarta, yang dibuka Presiden Joko Widodo kemarin, masyarakat bisa melihat lukisan yang menggambarkan perjalanan sejarah kemerdekaan negeri ini.

Pameran yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan 71 tahun Indonesia Merdeka itu dibuka hingga 30 Agustus 2016. Sebanyak 28 dari 3.000 lukisan terbaik koleksi Istana Merdeka, Istana Kepresidenan Bogor, Cipanas, dan Yogyakarta dipamerkan.

Saat memasuki Galeri Nasional, suasana hati seakan terbawa perjalanan waktu. Dari kejauhan, guratan cat warna-warni seolah memanggil siapa pun yang mendekat tertarik mendalami sejarah di balik karya itu.

Sang kurator, Mikke Susanto, membingkaikan tiga subtema dalam pameran itu, yakni potret tokoh penting perjuangan kemerdekaan Indonesia, kondisi sosial masyarakat masa revolusi, dan jejak perjuangan dari masa penjajahan Belanda hingga 1950 atau disebut kenusantaraan.

"Pameran ini niat Jokowi sejak tahun lalu, tetapi baru bisa terlaksana sekarang. Semangat tahun lalu dengan slogan Presiden, Ayo Kerja. Kali ini ada sebuah harapan untuk bisa menciptakan sebuah kerja nyata," jelas Mikke.

Konsep kerja nyata yang dimaksud Mikke ialah agar masyarakat memahami lukisan-lukisan itu sebagai wujud sebuah kreativitas serta nilai humanisme sebuah bangsa. Subtema kekayaan Nusantara tergambar dari lukisan-lukisan seperti Kerokan karya Hendra Gunawan (1955), Penari Bali sedang Berhias karya Rudolf Bonet (1954), dan Kehidupan di Borobudur di Abad IX karya Walter Spies (1930). Ada lukisan Potret Jenderal Sudirman karya Gambir Anom (1956) dan lukisan Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh (1857).

Selain itu, dipamerkan lukisan karya Soekarno berjudul Rini (1958), yang juga menyiratkan makna Nusantara. Hingga kini, tidak ada yang dapat memastikan siapa sebenarnya sosok Rini dalam lukisan itu. "Sosok perempuan berkebaya hijau yang dipadu bawahan kain batik itu merupakan sosok khas perempuan Indonesia," jelas Mikke lagi.

Hingga sore hari, pameran lukisan yang menampilkan karya 20 maestro lukis Indonesia itu tak henti-hentinya didatangi para pengunjung, baik tua maupun muda. (Astri Novaria/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya