SALAH satu yang dilakukan umat Islam memasuki fase 10 hari terakhir menjelang Idul Fitri ialah iktikaf.
Iktikaf ialah ritual berdiam diri mulai awal malam hingga fajar di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT secara khusyuk lahir batin.
"Biasanya pendekatan kepada Allah dijalankan dengan salat sunah, melantunkan kalimat thayyiba atau puja-puji kepada Allah dan membaca Alquran," ujar Sekretaris Muhammadiyah Marpuji Ali saat kunjungan PP Muhammadiyah ke Kantor Media Indonesia, di Jakarta, Rabu (8/7).
Secara bahasa, kata Marpuji, pengertian iktikaf berarti berdiam diri dan menetap dalam sesuatu.
Namun, di kalangan ulama, istilah itikaf ada perbedaan.
"Al-Hanafiyah (ulama Hanafi) berpendapat iktikaf ialah berdiam diri di masjid untuk melakukan salat berjemaah, sedangkan menurut Asy-Syafi'iyyah (ulama Syafii), iktikaf artinya berdiam diri di masjid dengan menjalani amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah."
Adapun Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam buku Tuntunan Ramadan menjelaskan, iktikaf ialah aktivitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan menjalankan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk mengharapkan rida Allah.
Secara hukum, jelas Marpuji, iktikaf merupakan sesuatu yang disunahkan. Anjuran beriktikaf itu tertuang dalam surah Al-Baqarah ayat 187 yang berarti, "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu, mereka itu adalah pakaian bagi kamu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa."
Ditegaskan pula pada hadis riwayat Aisyah RA yang berbunyi "Bahwa Nabi Muhammad melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan sejak datang di Madinah hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau menjalani iktikaf setelah beliau wafat."
Syarat iktikaf Marpuji menyampaikan syarat umat Islam melakukan itikaf ialah harus suci lahir batin terutama dari hadas besar dan harus berdiam diri di masjid.
"Dan selama berdiam diri, mereka selalu melafazkan zikir, puja-puji kepada Allah SWT. Mereka juga bisa sambil membaca Alquran dan salat sunah."
Menurut dia, dengan mendekatkan diri kepada Allah secara maksimal di masjid melalui iktikaf, otomatis fungsi sosial umat Islam akan terbentuk.
"Seseorang yang iktikafnya baik, diharapkan selain baik untuk dirinya sendiri, juga berbuat baik kepada sesama manusia."
Apalagi, kalau umat Islam yang melakukan iktikaf itu lantas mendapatkan malam kemuliaan lailatulkadar atau malam yang lebih baik daripada 1.000 bulan, dia harus benar-benar bersyukur karena bisa mendapat kemuliaan yang berlipat ganda.
Marpuji menambahkan, untuk mengetahui apakah seseorang mendapatkan berkah pada lailatulkadar melalui hasil iktikaf, itu dapat dilihat dari sifat kebaikan seseorang yang berlipat ganda kepada sesama manusia dan semakin menjauhkan diri dari maksiat.
"Karena itu, marilah umat Islam berlomba-lomba menjalankan iktikaf di 10 hari terakhir Ramadan," tutup Marpuji. (H-2)