Jumat 21 Oktober 2022, 10:06 WIB

Apoteker Berperan Penting dalam Edukasi Obat ke Masyarakat

Faustinus Nua | Humaniora
Apoteker Berperan Penting dalam Edukasi Obat ke Masyarakat

Freepik
Ilustrasi

 

Munculnya kasus kematian anak-anak di Gambia yang diduga akibat reaksi kandungan dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat parasetamol menyadarkan berbagai pihak, terutama masyarakat, untuk cermat dalam memilih dan mengonsumsi obat. Dalam hal ini, apoteker berperan penting untuk mengedukasi masyarakat.

“Di Indonesia edukasi tentang obat masih kurang. Apoteker harusnya berperan di sini,” kata Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. apt. Muchtaridi, PhD seperti dikutip laman Unpad, Jumat (21/10).

Dia mencontohkan, di beberapa wilayah, masih ditemukan masyarakat yang menggunakan obat untuk penggunaan yang bukan semestinya. Bahkan, ada yang menggunakan obat-obatan yang khusus untuk manusia, tetapi diberikan kepada hewan.

Contoh lainnya, masyarakat Indonesia juga masih banyak yang belum memahami mengenai warna tanda dalam kemasan obat. Padahal, tanda ini menjelaskan mengenai golongan obat, kegunaan, serta cara penggunaannya.

“Misalnya, masyarakat menganggap warna hijau itu dia obat bebas. Jadi bisa dikonsumsi dengan bebas, padahal kan bisa bahaya. Itu edukasinya yang kurang,” jelasnya.

Kondisi lain yang menjadi tantangan penguatan apoteker di Indonesia adalah penjualan obat-obatan yang bebas. Padahal, ada golongan obat yang harus menggunakan resep dokter.

Prof. Muchtaridi mencontohkan, di negara luar, pembelian obat-obat tertentu wajib dengan resep dokter. “Contohnya, asam mefenamat, di Malaysia itu harus dengan resep dokter. Di kita bebas beli tanpa resep, bahkan dijual bebas di marketplace,” ujarnya.

Karena itu, lanjutnya, apoteker memiliki peran dalam melakukan edukasi serta menyarankan obat yang tepat. Apoteker punya wewenang memutuskan apakah obat tersebut layak diberikan kepada pasien atau tidak.

Selain itu, kurikulum pendidikan farmasi maupun apoteker juga perlu diperkuat. Salah satu yang perlu diperkuat adalah mengenai materi stabilitas obat.

Prof. Muchtaridi mengatakan, kasus dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat parasetamol di Gambia merupakan bukti bahwa stabilitas suatu obat jangan diabaikan karena akan menghasilkan dampak bagi penggunanya. “Misalnya, ketika aspirin terkena air atau lembap, itu jangan dimakan karena akan terpecah menjadi asam atetat dan menjadi racun kalau dimakan. Masyarakat tidak paham, yang paham apoteker. Kebangetan kalau apoteker sebagai yang bikin obat dia tidak paham itu,” pungkasnya. (OL-12)

 

Baca Juga

Dok.Ist

Komunitas Sandination Buka Gerbang Dunia Kerja Anak Muda Banten

👤Yakub Pryatama Wijayaatmaja  🕔Minggu 01 Oktober 2023, 21:25 WIB
SANDINATION adalah sebuah program untuk mencetak pemimpin masa depan mengadakan roadshow seluruh...
Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden

Peringati Hari Batik. Presiden Gelar Istana Berbatik

👤Kautsar Widya Prabowo 🕔Minggu 01 Oktober 2023, 20:45 WIB
Presiden Jokowi tiba di lokasi acara pada pukul 18.47 WIB, ia mengenakan batik berwarna coklat dan Iriana mengenakan busana serupa, dengan...
Antara/Galih Pradipta

Menko PMK : Alokasi Santunan Korban GGAPA Masih Dibahas

👤M Iqbal Al Machmudi 🕔Minggu 01 Oktober 2023, 18:30 WIB
Ia menyebut saat ini nominal hingga waktu pemberian santunan masih dalam...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya