HASIL penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menemukan kandungan klorin pada beberapa produk pembalut yang beredar di pasaran.
Padahal Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472/MENKES/PER/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan mencantumkan bahwa bahan kimia klorin bersifat racun dan iritasi.
"Berdasarkan pembelian sample produk pembalut dan pantyliner yang kami lakukan sejak Desember 2014-Januari 2015, YLKI menemukan semua merek produk pembalut dan pantyliner yang beredar di pasaran memiliki kandungan bahan kimia klorin di dalamnya. Yang membedakan hanya kandungan klorinnya saja mulai dari 5-55 PPM (part per milion)," ujar peneliti YLKI Arum Dinta pada konferensi pers hasil uji kadar klorin pada pembalut dan pantyliner di Jakarta, kemarin. PPM ialah satuan kadar atau konsentrasi suatu zat.
Klorin merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai pemutih. Diuraikan Arum, penggunaan klorin bisa mengakibatkan keputihan, gatal-gatal, iritasi, bahkan kanker organ reproduksi.
Penelitian tersebut, jelas Arum, menggunakan metode Spektrofotometri di laboratorium TUV NORD Indonesia.
YLKI menemukan kandungan klorin tertinggi pada pembalut merek Charm sebesar 54,73 PPM, diikuti Nina Anion sebanyak 39,2 PPM.
Di tempat ketiga, merek My Lady dengan kandungan klorin 24,4 PPM, dan VClass Ultra dengan 17,74 PPM. Merek produk pembalut lainnya seperti Kotex, Hers Protex, Laurier, Softex, dan softness masuk daftar dengan kandungan klorin 6-8 PPM.
Pada pantyliner, merk V Class mengandung klorin 14,68 ppm, sedangkan kandungan klorin terendah ada pada merek Laurier Active Fit sebesar 5,87 PPM.
Kembali ke kain YLKI pun menemukan pelanggaran pada produk pembalut dan pantyliner yang tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa (57%), tidak mencantumkan komposisi yang terkandung (52%).
Selain itu, registrasi yang masih menggunakan nomor registrasi Departemen Kesehatan dikhawatirkan tidak berlaku lagi.
"Analisis label ini penting bagi pertanggungjawaban produsen bila terjadi masalah. Kami juga menemukan beberapa produk masih menggunakan kode registrasi Depkes sehingga dikhawatirkan tidak berlaku lagi," tukas Arum.
Ketua Umum YLKI Tulus Abadi mengatakan pembalut merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan tertinggi. Sebab, dari 118 juta wanita di Indonesia, 60 juta merupakan perempuan usia subur.
"Dalam 1 bulan ada 1,4 miliar pembalut yang digunakan wanita Indonesia. Sehingga pembalut menjadi kebutuhan pokok," ujar Tulus.
Ia menyarankan agar perempuan Indonesia kembali ke tradisi masa lalu menggunakan pembalut dari kain yang dapat dicuci dan dipakai kembali.
Data WHO yang dikutip YLKI menyebutkan, dari jumlah 118 juta perempuan tersebut, 52 juta di antaranya berpotensi mengidap kanker rahim yang salah satunya disebabkan kualitas pembalut.
Karena itu, Tulus mendorong Standar Nasional Indonesia (SNI) mewajibkan produsen untuk mencantumkan kadar klorin pada bungkus pembalut. Hal itu merujuk pada aturan FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat), pembalut harus bebas klorin. (H-1)