Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
DI salah satu sudut etalase, seorang perempuan tengah menata pernak-pernik yang penuh warna. Di antara yang ditata itu ada gambar peta Indonesia dengan dominasi warna latar biru. Ada juga ilustrasi bajaj, monas, dan ondel-ondel.
“Ini sedang ada acara Canda Warna, jadi ada etalase tersendiri,” ujar perempuan berkacamata yang ditemui Media Indonesia di Alun-Alun Indonesia, Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (27/6). Dia Sanjung Sari Pursie, pemilik produk kerajinan tangan Sancraft yang berdiri sejak 2010. Beberapa produk Sancraft ialah tas jinjing (tote bag), topi keranjang (bucket hat), gantungan kunci, buku catatan, kaus, dan pouch.
Ide bisnis itu, kata Sari, terinspirasi dari para penjual kerajinan di Malioboro Yogyakarta yang ia temui tatkala sedang menjalani kuliah kerja lapangan di Yogyakarta. Sari yang saat itu masih kuliah di Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta kepikiran untuk membuat produk serupa. Dengan bermodalkan dana sekitar Rp500 ribu, ia membuat tote bag dari kain belacu.
Awalnya, gambar yang menghiasi tote bag-nya masih sesederhana ilustrasi vektor. Kemudian beberapa teman kuliahnya pun memesan produk ke Sari. “Tapi yang dipesan adalah produk tote bag yang masih polos karena mereka juga mahasiswa seni rupa yang bisa menghiasi sendiri tasnya,” ujar Sari tertawa.
Sari juga sesekali mengungah produknya lewat Facebook. Dari situ, kecantol klien dari komunitas sepeda di Kalimantan yang memesan sekitar 20 item tas dengan desain logo komunitas tersebut. Saat mendapat pesanan itu, Sari pun memutuskan nama produknya Sancraft, yang diambil dari nama depannya.
Pada masa tengah merampungkan masa kuliahnya itu, Sari pun beberapa kali mencari sampingan pemasukan. Salah satunya dengan menjadi penjaga pameran seni. Dari situlah peluang pertamanya untuk memproduksi secara reguler produknya. Saat itu, Sri berjaga di pameran yang diselenggarakan Dia.Lo.Gue, salah satu ruang seni dan restoran di Kemang, Jakarta Selatan. Ia pun iseng menghubungi pemilik Dia.Lo.Gue untuk bertanya terkait dengan kemungkinan produknya juga bisa dipajang.
“Ya sudah, waktu itu diminta coba dulu, lihat pasarnya. Waktu itu saya sudah bikin gantungan kunci, notebook, dan tote bag. Ternyata peminatya banyak. Hampir habislah selama acara. Setelah pameran itu, kemudian dapat kesempatan masukin produk Sancraft ke Dia.Lo.Gue,” kata Sari. Selama kurun setahun, Sari mendapat pemasukan dari produk barunya yang tengah dirintis itu dengan rerata omzet Rp300 ribuan per bulan. “Lumayan untuk ukuran mahasiswa saat itu,” ujarnya tersenyum.
Selang setahun, saat sudah lulus kuliah, ia mendapat tawaran baru lagi. Kali ini dari toko ritel Alun-Alun Indonesia yang memang menyediakan berbagai pernak-pernik suvenir khas Indonesia dan barang-barang seni. Pihak Alun-Alun Indonesia saat itu tahu produk Sancraft setelah melihat terpampang di Dia.Lo.Gue. Namun, karena tidak ada kontak yang tercantum, mereka pun mencari informasi via mesin pencarian. “Mereka cari di Google dan ketemu Facebook dan Twitter saya. Akhirnya dijelasin ketertarikan mereka dan berujung pada kerja sama sampai sekarang,” ujar Sari.
Menurut penuturan Sari, saat ia memulai Sancraft dirinya sudah sempat membuat semacam situs blog. Namun, karena ilustrasi produknya pernah dicolong dan ditemukan dijual orang lain, ia mengaku trauma dan enggan mengunggah produk-produk dan ilustrasinya di platform daring.
Bisa dibilang, sejak 2010 hingga 2019, Sancraft mengandalkan penjualan via ritel. Akun Instagram Sancraft yang dibuatnya pada medio 2013 juga belum ditujukan sebagai akun jualan yang profesional.
Masuk lokapasar digital
Sebelum pandemi, omzet Sancraft setidaknya berkisar pada angka di atas Rp10 jutaan lebih dalam sebulan. Biasanya, omzetnya naik pesat saat momen-momen perayaan seperti 17 Agustus ataupun Natal. Namun, ketika pandemi, angkanya merosot tajam hingga 50%-nya lantaran adanya pemberlakuan pembatasan sosial. Produk-produknya yang dipajang di toko ritel luring pun turut terimbas.
“Sebenarnya waktu itu bikin toko di e-commerce pas awal pandemi, tapi bukan karena pandemi awalnya, melainkan Sancraft lagi mau keluarin produk kolaborasi. Cuma karena pandemi, produk itu jadi tertunda. Akhirnya e-commerce pun dipakailah untuk jualan produk-produk Sancraft lainnya yang tertahan karena enggak bisa masuk ritel,” kata Sari.
Di masa pandemi, Sancraft pun menjalin kolaborasi lain dengan merilis produk-produk kebutuhan medis, termasuk masker. Sancraft yang biasanya membuat ilustrasinya bernuansa cerah dan penuh warna kala itu menyesuaikan produk masker dengan dominasi warna monokrom dan menggunakan border. “Setidaknya, 350-an item masker pun ludes saat itu,” kenang Sari.
Salah satu manfaat yang juga dirasakan Sari saat memajang produknya di lokapasar digital ialah banyak pembelinya yang datang dari luar Jabodetabek, termasuk luar Jawa. Ia menilai, dengan berada di platform digital, produknya pun sedikit tertolong setelah sektor ritel sempat lumpuh.
“Kalau sekarang, ya, pemasukan tertinggi memang masih dari ritel. Perimbangannya 80:20-lah antara ritel dan online. Untuk saat ini, skala produksi semua produk di atas 100, tapi kalau ada event seperti pameran, ya, itu bisa di atas 200. Untuk kartu ucapan saja bisa 100 item sendiri, kuantitasnya,” jelas Sari.
Urus sendiri
Di sela mengurus bisnis kerajinannya, Sari saat ini juga berprofesi sebagai ilustrator lepas. Ia biasanya menerima pesanan-pesanan desain dari suatu merek dan perseorangan. Selain itu, ia mengajar seni secara privat dan guru di salah satu sekolah seni di Jakarta.
Meski kegiatannya cukup padat, Sari masih menangani bisnisnya seorang diri. Mulai desain ilustrasi dan tema, memfoto produk, hingga mengunggahnya di Instagram. Latar belakang pendidikan seni rupa membuatnya memiliki keahlian untuk melakukan semua hal tersebut. Kecuali soal instrumen bisnis di dunia digital dan ritel, ia belajar sembari jalan.
Untuk kampanye digital, Sari biasanya memanfaatkan iklan di Instagram dan momen kampanye di lokapasar digital, yang rerata bujetnya berkisar Rp200 ribuan per bulan. Ia mengaku jarang mengikuti tren yang tengah naik di media sosial. Lagi pula, menurutnya, citra produknya kurang cocok dengan platform tersebut karena target pasarnya rerata usia dewasa menengah.
Ia mengakui peran teknologi digital penting bagi para pelaku usaha. Namun, menurutnya, ada beberapa hal yang masih perlu dibenahi, di antaranya pendampingan kepada para pelaku UMKM. “Ya, memang sudah banyak juga, sih, program-program pelatihan digital yang dilakukan pemerintah, tapi sepertinya kalau pelakunya enggak didampingi untuk praktiknya, itu akan sulit juga. Apalagi kebanyakan pelaku usahanya dari kalangan usia yang sudah senior. Jadi, butuh ketelatenan agar mereka juga bisa mengerti.” (M-4)
Biodata
Sancraft
Produk kerajinan tangan sejak 2010. Produk mereka di antaranya tas jinjing (tote bag), topi keranjang (bucket hat), gantungan kunci, buku catatan, kaus, dan pouch.
Pemilik: Sanjung Sari Pursie
Penghargaan
-The Big Start Indonesia Season 3 Blibli
-Pameran Indonesian Festival di Kedutaan Azerbaijan
-Pameran I love Indonesia bersama Kuka di Shibuya, Jepang
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved