Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) menilai bahwa terobosan Kemendikbud-Ristek lewat Kurikulum Merdeka atau pun Kurikulum Darurat selama masa pandemi merupakan upaya untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran. Dampak pandemi yang menyebabkan learning loss memang harus direspons secara cepat dengan langkah-langkah strategis seperti hadirnya kurikulum yang lebih sederhana dan fleksibel.
"Semangat penyederhanaan kurikulum bukan berarti mengurangi nilai kurikulum tetapi memilah dan memilih materi-materi yang bersifat pokok esensial yang perlu dikuasai siswa," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim kepada Media Indonesia, Rabu (23/3).
Baca juga: SehatQ Beri Vaksin Covid-19 kepada Lebih dari 15 Ribu Warga Indonesia
Diakuinya bahwa Kurikulum 2013 memang cukup pada secara struktur. Untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum lama memang akan sulit. Lantas, kebijakan penyederhanaan kurikulum sudah tepat dalam upaya pemulihan pendidikan sekaligus adaptasi baru terhadap perkembangan teknologi digital.
"Materi yang esensial tadi dia bisa diimplementasikan secara fleksibel tetapi tidak menghilangkan bobotnya, tidak menghilangkan pembelajaran yang bermakna, berkualitas, menyenangkan, kontekstual sepanjang guru-guru memiliki pemahaman yang utuh terhadap semangat penyederhanaan kurikulum," jelasnya.
Meski demikian, Satriwan menyoroti bahwa implementasi kurikulum baru saat ini belum efektif. Menurutnya, belum ada semangat gotong royong yang melibatkan semua pihak dalam implementasinya.
Selama ini, Kurikulum Merdeka merupakan opsi dan diterapkan di sekolah penggerak. Sekolah lain yang ingin menerapkan kurikulum tersebut mendapat pelatihan hanya dari guru-guru penggerak. Padahal, kata Satriwan, perlu melibatkan semua stekeholder seperti kementerian, dinas, organisasi guru dan lainnya.
"Jadi gotong-royong dalam memberikan pemahaman yang utuh, pelatihan yang baik pada guru-guru untuk implementasi kurikulum saya rasa bisa mempercepat ketertinggalan tadi," kata dia.
Lebih lanjut, Satriwan menegaskan bahwa pemahaman learning loss tidak sebatas karena pandemi. P2G berpendapat bahwa ketertinggalan pembelajaran sebenarnya sudah terjadi bahkan sebelum pandemi.
Adanya pandemi justru memperparah learning loss. Sehingga memang perlu langkah-langkah strategis untuk segera memulihkan pendidikan Indonesia.
"Anak-anak kita ketika diuji kemampuan mereka di aspek literasi numerasi dan science kan kita rata-rata di bawah negara-negara ini kan. Sekali 3 tahun kan PISA kita rendah. Nah itu kan salah satu indikasi bahwa kita mengalami learning loss," jelasnya.
Terkait infrastruktur pendukung, lanjut Satriwan, respons pemerintah dalam hal ini Kominfo patut diapresiasi. Dalam kurun waktu 2 tahun, percepatan pembangunan infrastruktur digital benar-benar terasa.
Lantas, yang perlu digiatkan adalah kesiapan guru dan siswa, kompetensi dan kemampuan memaksimalkan teknologi digital. Digital culture perlu ditingkatkan agar kehadiran teknologi yang tidak bisa dibendung lagi tidak membawa dampak negatif, tetapi mendukung pemerataan pendidikan.
"Pembelajaran berbasis digital tidak bisa kita tolak. Kalau kita membiarkan ruang kosong ini, mereka (di daerah) akan makin tertinggal. Makanya mereka dulu yang harus diprioritaskan untuk diintervensi negara," tandasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved