Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PERANG maupun konflik bersenjata di belahan dunia yang terjadi, diperparah dengan pandemi Covid-19 yang belum berakhir, akan semakin memperlebar kesenjangan terutama terhadap kelompok disabilitas.
Terjadinya peningkatan kekerasan berbasis gender, dan disabilitas, perubahan iklim dan konflik sosial mendorong adanya krisis humanitarian dan meningkatnya jumlah orang-orang yang mengalami disabilitas.
Jumlah ini belum termasuk dengan para pekerja migran yang akhirnya pulang ke tanah air dengan kondisi menjadi disabilitas dan tidak memiliki perlindungan sosial apapun.
Keprihatinan ini mendorong konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas untuk secara tegas menekankan bahwa kelompok disabilitas merupakan kelompok rentan, miskin, dan seringkali terabaikan dalam program pembangunan.
"Negara menjadi wajib hadir dalam setiap kebijakan maupun pembangunan yang dikembangkannya," kata Sous Sherpa Civil 20 (C20) Risnawati Utamidalam Side Evet C20 Dari Indonesia, Berbuat Lebih kepada Warga Dunia yang Rentan, Selasa (8/3).
Prinsip leave no one behind dalam pencapaian agenda SDGs 2030 dan perlindungan hak asasi penyandang disabilitas dalam konvensi hak penyandang disabilitas, menjadi salah satu solusi sistemik dalam perwujudan kebijakan pembangunan dan perlindungan, serta pemenuhan hak penyandang disabilitas.
"Kita dalam hal ini negara harus bekerja sama dengan semua organisasi masyarakat sipil termasuk organisasi penyandang disabilitas agar bisa mencari solusi terbaik dan adil pada berbagai tantangan yang terjadi dalam upaya pencapaian agenda 2030 di Indonesia, maupun di semua negara di dunia," kaya Risnawati.
Adanya working group SDGs Humanitarian di Civil 20 Indonesia menjadi bentuk engagement group masyarakat sipil Indonesia yang aktif dalam Presidensi G20 di Indonesia di tahun 2022. Hal ini mendukung kerjasama yang saling menguntungkan antara negara dan masyarakat sipil, untuk terus membuat kebijakan yang memiliki keadilan sosial.
Oleh karena itu Sherpa C20 memberi rekomendasi kunci yang bisa dilakukan oleh negara, berkolaborasi dengan seluruh organisasi masyarakat sipil.
Pertama, perlunya mengarusutamakan isu disabilitas, bersama isu intersectional lainnya yaitu perempuan, anak, pekerja migran dan masyarakat rentan lainnya dalam semua konteks kebijakan program pembangunan, menjadi kewajiban bagi setiap negara.
Alasannya hal ini akan mendorong upaya pemenuhan dan perlindungan hak semua kelompok rentan dalam pencapaian agenda SDGs 2030. Hal itu termasuk perlindungan hak asasi manusia akan semakin nampak nyata, termasuk pengarusutamaan isu disabilitas, perempuan, serta anak perempuan. Perlindungan juga mencangkup para pekerja migran dalam krisis kemanusiaan maupun perubahan iklim, serta upaya pemulihan pandemi Covid-19.
Kedua, meningkatkan partisipasi dan keterlibatan aktif seluruh jajaran masyarakat sipil dan organisasi yang merepresentasikannya. Hal ini termasuk organisasi penyandang disabilitas menjadi Kunci keberhasilan suatu negara untuk mengatasi tantangan sistemik dalam pemulihan Covid-19.
"Nothing about us without us adalah semboyan dalam pemajuan hak dalam disabilitas sebagai kelompok rentan. Jadi tanpa pelibatan mereka secara aktif, negara akan sulit mencapai pembangunan yang inklusif aksesibel dan berkelanjutan," kata Risnawati.
Ketiga, momentum Presidensi G20 Indonesia menjadi sangat penting dalam mengembangkan kerja sama internasional yang inklusif di berbagai bidang, termasuk upaya pemajuan hak penyandang disabilitas dalam konteks ketenagakerjaan kerjaan. Sehingga berbagai praktik baik terus dilakukan untuk menjadi praktik yang baik pula untuk dikembangkan di negara-negara lain.
"Saya berharap rekomendasi kunci ini bisa menjadi perwujudan yang nyata, untuk Indonesia yang memegang Presidensi G20. Sehingga benar-benar meewujudkan pemulihan yang kuat dna bersama, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi dunia," kata Risnawati.
Baca juga: Atasi Pandemi, Menkes: Perlu Harmonisasi Standar Prokes Global
Sekretaris Jenderal untuk Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan pandemi secara intensif juga telah mendorong digitalisasi, yang mengungkapkan pola kondisi global yang sangat penting, yaitu adanya kesenjangan digital.
Menurut laporan ILO, banyak sektor di seluruh dunia seperti konstruksi, ritel dan perhotelan telah kehilangan pekerjaan untuk sementara ketika pandemi. Sementara itu sektor-sektor yang meningkat permintaannya terhadap pekerja dan sektor-sektor yang cenderung menuntut keterampilan yang lebih tinggi, sepert di industri i yang berhubungan dengan teknologi informasi.
Tren seperti ini berkontribusi pada polarisasi upah dan kondisi kerja. Pekerja dengan kompetensi digital akan cenderung lebih bertahan, daripada yang tidak memiliki kapasitas untuk kalian dalam konteks Indonesia.
"Indonesia sebetulnya telah melakukan perbaikan kondisi sosial ekonomi secara umum, terkait dengan dampak pandemi Covid-19. Indi ditunjukkan oleh beberapa indikator," kata Anwar.
Pertama dari pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencatat satu prestasi yang cukup lumayan pada tahun 2021 yakni sudah meningkat 3,69%, lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020 yang minus 2,07%.
Angka pengangguran terbuka juga turun, meski dalam hal ini tetap menjadi tantangan bagi dunia ketenagakerjaan. Kemudian jumlah penduduk pekerja yang mengalami atau sementara tidak bekerja karena Covid-19 juga telah turun 1,77 orang juta pada tahun 2020 menjadi 1,39 juta pada 2021.
Keempat, dari jumlah penduduk yang bekerja juga telah mengalami pengurangan jumlah jam jumlah jam kerja karena Covid-19, dari 24,3 juta jiwa tahun 2020, menjadi 17,41 juta orang pada tahun 2021. Kemudian dari sisi penyerapan, kinerja lapangan industri pengolahan dan sektor formal sangat baik.
Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha industri tercatat 1,22 juta orang dalam kurun 2020–2021. Sementara itu penyerapan tenaga kerja di sektor formal juga mencapai 2,37 juta dalam kurun waktu yang sama.
Pandemi telah mengungkapkan beberapa pola-pola kerentanan dalam struktur ketenagakerjaan. Pertama, penduduk usia kerja untuk perempuan ini berfungsi 'tenaga kerja cadangan' di saat kondisi krisis.
Ini terlihat dari peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pada perempuan yang justru meningkat pada masa pandemi. Dibandingkan dengan tahun 2019 sebelum pandemi, TPAK perempuan hanya 51,21%. Angka ini meningkat yaitu menjadi 53,13 l, dan pada 2021 menjadi 53,34.
Kondisi kedua, ditemukan angkatan kerja lelaki dan usia muda, serta tingkat pendidikan SMA banyak yang menganggur selama pandemi.
Kemudian, lapangan usaha pertanian dan sektor informal, sebagai kantung menyelamatkan bagi pekerja industri selama masa pandemi. Sayangnya upah sektor ini relatif rendah, dan cenderung tidak terlihat jaminan sosial.
Kemudian keempat, terjadi tekanan pada tingkat upah buruh, khususnya di sektor akomodasi dan makanan minuman, yang turun 17,28% selama selama kurun waktu 2019–2020. Sektor ini biasanya identik dengan kegiatan pariwisata. Ini diperkuat dengan penurunan tingkat paling tinggi terjadi di provinsi Bali dan Bangka Belitung yakni sekitar 17,91% dan 16,98%.
Kelima, terjadi penurunan remitansi ini selama pandemi, terutama dari pekerja migran Indonesia (PMI). Pada 2019, remitansi PMI mencapai US $11,45 miliar. Sedangkan pada tahun 2020 menurun menjadi US $9,43 miliar di 2020, dan 9,16% di 2021.
"Ini mencerminkan betapa sulitnya kondisi ekonomi yang dihadapi oleh PMI selama masa pandemi," kata Anwar.
Dari catatan tersebut maka dapat dikatakan bahwa dampak pandemi ini dirasakan tidak merata pada kasus Indonesia. Dampak yang lebih besar dialami oleh angkatan kerja lapisan menengah, ke bawah, khususnya angkatan kerja perempuan.
"Pada kelompok kerja, dampak pandemi yang lebih berat dirasakan adalah pekerja yang beralih dari lapangan usaha industri pertanian, dari sektor formal ke informal, dan dari lapangan usaha akomodasi ke makanan minum dan juga pekerja migran," kata Anwar. (A-2)
Film G20 yang dibintangi oleh Viola Davis akan tayang di Prime Video pada 10 April.
DEKLARASI bersama para pemimpin Kelompok 20 (G20) pada pertemuan puncak tahunan mereka dinilai tidak memenuhi harapan dan mengecewakan.
DALAM KTT G20 ke-19 yang berlangsung di Rio de Janeiro, Brasil, para pemimpin dari 20 negara ekonomi teratas dunia menyerukan empat tema besar.
Biden secara khusus menyoroti perlunya para pemimpin dunia untuk mengumpulkan modal swasta guna menghadapi tantangan.
Penting juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang bersih dengan menegakkan sikap tanpa toleransi terhadap korupsi.
PARA pemimpin G20 menyerukan gencatan senjata secara komprehensif di Jalur Gaza, Palestina, dan Libanon dalam pernyataan bersama pada pertemuan puncak di Brasil, Senin (18/11).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved