Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
GLAUKOMA merupakan penyakit mata penyebab kebutaan terbanyak kedua setelah katarak. Sayangnya, banyak yang masih belum waspada terhadap penyakit itu. Terbukti, banyak pasien yang terlambat berobat. Hal tersebut diungkapkan dokter konsultan glaukoma Rumah Sakit Mata Aini Prof Dr Isak Salim, Syukri Mustafa. “Mayoritas pasien glaukoma yang datang berkunjung sudah dalam kondisi lanjut sebab memang sering kali gejala glaukoma datang tanpa disadari,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/3). Ia menjelaskan glaukoma terjadi karena meningkatnya tekanan di dalam mata (tekanan intraokular) akibat produksi cairan mata berlebihan dan juga terhalangnya saluran pembuangan cairan mata. Tekanan berlebihan itu kemudian merusak jaringan saraf di bagian belakang mata dan saraf optik yang menghubungkan mata ke otak. “Hingga kini, belum jelas kenapa produksi cairan mata bisa berlebihan atau kenapa saluran pembuangannya bisa tersumbat. Yang pasti, orang berusia 40 tahun ke atas berpotensi glaukoma,” paparnya.
Ada dua tipe glaukoma, sudut terbuka dan tertutup. Prevalensi glaukoma sudut tertutup pada orang berkulit putih, sekitar 0,1-0,6%, lebih kecil daripada orang Asia yang 0,4-1,4%. Bola mata orang Asia lebih kecil daripada mata orang Barat. Glaukoma sudut tertutup merupakan kondisi gawat darurat karena dapat menyebabkan kebutaan permanen dengan cepat. Gejala untuk tipe itu antara lain nyeri pada mata, sakit kepala hebat, melihat bayangan lingkaran berwarna-warni di sekeliling cahaya lampu, mata memerah, mual, muntah, dan pandangan samar. Lain hal glaukoma sudut terbuka. Sifatnya kronis, kemunculannya kadang tidak terdeteksi sehingga sering disebut si mencuri penglihatan. Tipe glaukoma itu muncul perlahan dan tanpa ada keluhan hingga akhirnya pasien mengalami kebutaan.
“Pada glaukoma kronis sebenarnya ada tandatanda khusus pada lapang pandang mata. Yang dokter bisa lihat di mata pasien, struktur anatomi sarafnya sudah pucat. Pasien tidak sadar fungsi penglihatannya terganggu karena tidak langsung buta. Pasien akan mengalami penyempitan lapang pandang mata secara perlahan dimulai dari sisi terluar pandangan mata, kemudian dari sisi atas dan bawah.”
Periksa tekanan mata
Syukri menjelaskan, untuk mendeteksi dan menegakkan diagnosis glaukoma, dokter mata akan memeriksa tekanan mata, daya penglihatan pasien, dan struktur bagian dalam mata. “Kalau positif ada gangguan, misal tekanan bola mata di atas normal (batas normal 10-21 mm/hg)
kami lanjut melakukan tes bidang visual untuk memeriksa apakah penglihatan tepi pasien telah berkurang,” tambahnya. Yang perlu dipahami, kata Syukri, bila sudah berusia di atas 40 tahun, ada baiknya rajin mengecek kesehatan mata, yang dimulai dari pemeriksaan tekanan bola mata. “Sehingga sebelum terjadi kerusakan saraf yang parah, pengobatan dapat mengurangi tekanan intraokular pada mata dan mencegah meluasnya kerusakan itu. Glaukoma bisa ditangani dengan obat-obatan, terapi laser, serta operasi. Namun, sampai hari ini, pengobatan tersebut hanya untuk menahan laju keparahan, bukan menyembuhkan,” kata Syukri. (Try/H-3)
GLAUKOMA merupakan penyakit mata penyebab kebutaan terbanyak kedua setelah katarak. Sayangnya, banyak yang masih belum waspada terhadap penyakit itu. Terbukti, banyak pasien yang terlambat berobat. Hal tersebut diungkapkan dokter konsultan glaukoma Rumah Sakit Mata Aini Prof Dr Isak Salim, Syukri Mustafa. “Mayoritas pasien glaukoma yang datang berkunjung sudah dalam kondisi lanjut sebab memang sering kali gejala glaukoma datang tanpa disadari,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/3). Ia menjelaskan glaukoma terjadi karena meningkatnya tekanan di dalam mata (tekanan intraokular) akibat produksi cairan mata berlebihan dan juga terhalangnya saluran pembuangan cairan mata. Tekanan berlebihan itu kemudian merusak jaringan saraf di bagian belakang mata dan saraf optik yang menghubungkan mata ke otak. “Hingga kini, belum jelas kenapa produksi cairan mata bisa berlebihan atau kenapa saluran pembuangannya bisa tersumbat. Yang pasti, orang berusia 40 tahun ke atas berpotensi glaukoma,” paparnya.
Ada dua tipe glaukoma, sudut terbuka dan tertutup. Prevalensi glaukoma sudut tertutup pada orang berkulit putih, sekitar 0,1-0,6%, lebih kecil daripada orang Asia yang 0,4-1,4%. Bola mata orang Asia lebih kecil daripada mata orang Barat. Glaukoma sudut tertutup merupakan kondisi gawat darurat karena dapat menyebabkan kebutaan permanen dengan cepat. Gejala untuk tipe itu antara lain nyeri pada mata, sakit kepala hebat, melihat bayangan lingkaran berwarna-warni di sekeliling cahaya lampu, mata memerah, mual, muntah, dan pandangan samar. Lain hal glaukoma sudut terbuka. Sifatnya kronis, kemunculannya kadang tidak terdeteksi sehingga sering disebut si mencuri penglihatan. Tipe glaukoma itu muncul perlahan dan tanpa ada keluhan hingga akhirnya pasien mengalami kebutaan.
“Pada glaukoma kronis sebenarnya ada tandatanda khusus pada lapang pandang mata. Yang dokter bisa lihat di mata pasien, struktur anatomi sarafnya sudah pucat. Pasien tidak sadar fungsi penglihatannya terganggu karena tidak langsung buta. Pasien akan mengalami penyempitan lapang pandang mata secara perlahan dimulai dari sisi terluar pandangan mata, kemudian dari sisi atas dan bawah.”
Periksa tekanan mata
Syukri menjelaskan, untuk mendeteksi dan menegakkan diagnosis glaukoma, dokter mata akan memeriksa tekanan mata, daya penglihatan pasien, dan struktur bagian dalam mata. “Kalau positif ada gangguan, misal tekanan bola mata di atas normal (batas normal 10-21 mm/hg) kami lanjut melakukan tes bidang visual untuk memeriksa apakah penglihatan tepi pasien telah berkurang,” tambahnya. Yang perlu dipahami, kata Syukri, bila sudah berusia di atas 40 tahun, ada baiknya rajin mengecek kesehatan mata, yang dimulai dari pemeriksaan tekanan bola mata. “Sehingga sebelum terjadi kerusakan saraf yang parah, pengobatan dapat mengurangi tekanan intraokular pada mata dan mencegah meluasnya kerusakan itu. Glaukoma bisa ditangani dengan obat-obatan, terapi laser, serta operasi. Namun, sampai hari ini, pengobatan tersebut hanya untuk menahan laju keparahan, bukan menyembuhkan,” kata Syukri. (Try/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved