SETIAP Kamis siang, ada keunikan di salah satu sudut Merlo Coffee yang berada di tengah kampus The University of Queensland (UQ), Brisbane, Australia.
Berbeda dengan meja lainnya dengan pembeli umumnya, baik mahasiswa maupun dosen, yang berbincang dalam bahasa setempat (Inggris), di meja tersebut justru percakapan dilakukan dalam bahasa Indonesia.
Mereka yang ikut serta dalam acara rutin yang bernama Pojok Indonesia tersebut merupakan mahasiswa dan dosen asal Australia dan negara lainnya termasuk Indonesia.
Topik pembicaraan pun beragam, dari bagaimana cara menawar barang di pasar, pariwisata Indonesia, kuliner, hingga membahas kondisi sosial politik di Indonesia terkini.
Umumnya, mereka cukup fasih berbicara, walaupun beberapa mahasiswa masih terpatah-patah dalam mengucapkan kalimat.
Bahkan, dalam satu pertemuan, beberapa mahasiswa bule begitu fasih berbahasa Jawa dengan dialeknya yang cukup kental.
Marco yang baru saja menempuh studi bahasa dan budaya di UQ menyebutkan ia baru satu bulan lebih mempelajari bahasa Indonesia.
Dia berharap agenda rutin itu bisa meningkatkan kemampuan berbahasanya sekaligus memahami budaya di Indonesia.
"Apalagi saya praktik berbicara mengetahui Indonesia langsung dari orang Indonesianya," ujarnya.
Ia menyebutkan ia berencana mengunjungi dan tinggal di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berbahasa sekaligus mengetahui secara langsung bagaimana kondisi setempat.
"Dari info yang saya sudah peroleh dari mahasiswa Indonesia, Indonesia tidak seseram yang dibayangkan media di sini," katanya.
Sementara itu, Yuji yang berkuliah di dua jurusan, yaitu pariwisata dan bahasa, mengungkapkan, selain untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, Pojok Indonesia berguna untuk menambah pengetahuannya tentang Indonesia.
Apalagi mahasiswa asal Jepang tersebut berkeinginan untuk bekerja di Indonesia ataupun negara yang dekat dengan Indonesia saat lulus kuliah.
"Pertemuan rutin ini sangat berguna untuk meningkatkan pengetahuan saya tentang Indonesia," ungkapnya.
Bagi mahasiswa asal Indonesia, Andrian, agenda Pojok Indonesia itu menjadi bagian dari misi 'duta budaya' yang ingin dilakukannya.
Dengan adanya program mingguan itu, ia ingin memperkenalkan bahasa sekaligus budaya Indonesia kepada orang asing.
Patahkan Persepsi Pengajar di School of Language and Cultures UQ, Annie Pohlman mengungkapkan, selain meningkatkan kemampuan bahasa, program yang digagas bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia di universitas tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk mematahkan persepsi buruk warga Australia terhadap Indonesia.
Sering kali, ungkapnya, masyarakat Australia menilai negatif warga Indonesia hanya karena membaca media setempat yang dinilainya bias.
"Mereka (warga lokal) hanya tahu dari media yang memperkeruh suasana. Padahal Indonesia merupakan negara tetangga yang sangat penting bagi Australia," katanya.