KENTANG memilki andil dalam penyebab tanah longsor dan banjir, terutama dikarenakan para petani mencoba memanfaatkan tingginya harga komoditi tersebut dengan menggunakan praktik pertanian yang membahayakan lingkungan.
Sebuah studi yang dilakukan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa akar pendek dari tanaman kentang menjadi faktor utama terjadinya pengikisan tanah yang merupakan penyebab tanah longsor di Wonosobo, Jawa Tengah, di mana penelitian ini dilaksanakan.
"Pada tahun 2010-2014, kenaikan rata-rata harga kentang lokal 35%. Oleh karena itu, petani terdorong untuk menanam yang ternyata justru membahayakan diri mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya," kata Peneliti CIPS di Bidang Perdagangan dan Kesejahteraan, Hizkia Respatiadi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan perdangangan yang proteksionis, seperti Undang-Undang Pangan No. 18/2012, yang cenderung terlalu membatasimakanan impor, justru menyebabkan kenaikan harga pangan dalam negeri.
"Kita membutuhkan insentif yang lebih baik melalui kebijakan perdagangan yang dapat mendorong para petani untuk menanam tanaman yang sesuai dengan lingkungannya. Sehingga, mereka dapat memperoleh kehidupan yang layak tanpa membahayakan diri mereka dan orang lain," lanjut Hizkia.
Pada penelitian yang sama, CIPS juga menemukan bahwa pencegahan tanah longsor dapat dilakukan secara lebih baik jika komunitas lokal memiliki hak kepemilikan dan pengelolaan (property rights) atas kekayaan hutan mereka.
"Penduduk dari desa Buntu di Wonosobo tahu bahwa akan terjadi longsor jika Perhutani menebang pohon yang terletak di atas rumah mereka. Aktivitas kehutanan yang dilakukan perusahaan tersebut berdampak pada kegiatan penduduk setempat dan oleh karenanya mereka harus dilibatkan dalam pengelolaan hutan," kata Hizkia Respatiadi.
"Komunitas lokal harus memiliki hak kepemilikan dan pengelolaan yang terjaminatas hutan, karena merekalah yang mengetahui apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.".
Penelitian CIPS yang berjudul Kepemilikan Hutan dan Pengelolaan Hutan di Indonesia menunjukkan bahwa dalam studi kasus lokal dan
internasional pengelolaan hutan yang berkesinambungan meningkat ketika kepemilikan dan pengelolaan sumber hutan dipelihara oleh komunitas lokal. Ketika komunitas telah mengamankan hak kepemilikan dan pengelolaannya, mereka menjadi percaya diri untuk berinvestasi dalam praktik-praktik kehutanan yang berkesinambungan. (RO/X-2)