Menciptakan Wirausaha Pertanian

USAHA Helianti mengangkat harkat dan derajat warisan pangan tak berhenti pada kegiatan kewirausahaan yang ia kembangkan melalui usaha gastronomy - Javara Indigenous Indonesia-nya. Belakangan, pada 2017, ia pun mendirikan Sekolah Seniman Pangan.

Sekolah ini bertujuan mengader 'para petani enterprenuer' muda yang berdedikasi terhadap pangan lokal. "Sekolah ini lahir sebagai bentuk keprihatinan, karena Indonesia kehilangan 500 ribu petani setiap tahunnya, dan usia rata-rata petani kita hari ini mungkin 70% di atas 55 tahun," ungkap pengusaha perempuan yang pernah meraih penghargaan Schwab Social Entrepreneurs of the Year pada tahun 2015 tersebut.

"Nah kalau kita tidak ada rege nerasi nanti lama-lama petani di Indonesia habis, lama lama kita harus impor semua makanan kita," imbuh CEO Javara ini.

Helianti mengatakan Sekolah Seniman Pangan yang ia dirikan berbeda dengan sekolah pertanian pada umumnya. Sekolah ini ditujukan kepada anak petani, perimba, dan nelayan yang telah menjadi mitra dari Javara.

"Kita utamakan yang berusia 18-35 tahun dengan pengecualian untuk perempuan dan untuk masyarakat adat," papar perempuan yang pernah masuk sebagai 10 Top Asia Social Entrepreneur 2016 ini.

Sekolah Seniman Pangan ini melatih bagaimana menciptakan nilai tambah dari komoditas pertanian. Jadi semacam sekolah kewirausahaan yang berbasis 'food culture'. "Oleh karena itu, disebut seniman pangan, karena kita berbicara mengenai budaya, tidak semata cara memproduksi komoditasnya," tegasnya.

Menurut Helianti, fokus mereka ialah melahirkan enterpreneur-enterpreneur muda, mendorong anak-anak muda untuk kembali ke desa dengan membawa konsep bisnis yang seksi dan hype. Kalau anak muda hanya bertani, menurut dia, kurang menarik. "Tapi kalau mereka jadi enterpreneur walaupun di bidang agrikultur, itu kan punya pride dan dignity yang berbeda. Mereka boleh pulang kampung, tetapi mereka punya bisnis," ujarnya. (Bus/M-4)