SEJUMLAH orangtua murid di DKI Jakarta memprotes adanya kriteria usia dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan Sabtu (20/6) mengatakan, para orangtua cemas anaknya tidak lolos seleksi karena terbentur usia.
Dalam menanggapi hal tersebut, Plt Dirjen Paud Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, kriteria usia memang sudah sesuai dengan regulasi yang ada. “Kan ketentuan umur ada di Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019,” ujar Hamid saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 Pasal 24 tertulis bahwa seleksi jalur zonasi dan jalur perpindahan tugas orangtua calon peserta didik baru kelas 1 SD mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas usia (7-12 tahun) dan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi.
Adapun pada Pasal 25 tertulis, calon peserta didik baru kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi. Namun, jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sama, seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengakui bahwa ada sejumlah orangtua mempermasalahkan kriteria usia yang dijadikan pertimbangan dalam sistem PPDB. Kebijakan mengenai kriteria usia, lanjut Heru, merupakan bagian dari pembangunan sumber daya manusia dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
Heru menjelaskan, tujuan dari penambahan kriteria usia dalam PPDB DKI Jakarta yakni agar siswa dari kalangan tidak mampu dan tertinggal bisa menikmati fasilitas pendidikan yang lebih baik dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang di masa depan. “Gubernur memprioritaskan anak-anak yang berusia lebih tua yang tertinggal serta sekolah di pinggiran untuk bisa masuk di sekolah negeri dan menikmati fasilitas pendidikan,” imbuhnya.
Menurut Heru, pihak dinas pendidikan telah melakukan sosialisasi terkait kebijakan ini. Namun, tampaknya, sosialisasi belum menjangkau kalangan luas sehingga belum banyak pihak yang memahami kebijakan tersebut.
Adaptif
Terpisah, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat minta pemerintah segera menyederhanakan kurikulum agar lebih adaptif diterapkan dalam sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi covid-19. Kurikulum yang dimaksud bukan sebagai kurikulum baru, melainkan
pengembangan dengan analisis subjek berdasarkan strategi pembelajaran berbasis online.
“Tanpa kurikulum yang adaptif, belajar jarak jauh bisa gagal. Bangsa ini akan melahirkan satu generasi drop out, dalam arti satu generasi putus didik,” kata Rerie, sapaan akrabnya, dalam keterangan resmi, kemarin.
Menurut Rerie, penyederhanaan kurikulum setidaknya menyangkut tiga hal, yakni materi pelajaran yang disarikan, jam pelajaran yang lebih singkat, dan guru yang lebih interaktif dengan peserta didik.
Dia menegaskan, menjelang tahun ajaran baru, perlu sosialisasi yang masif sebelum pelaksanaan PJJ sehingga baik orangtua, peserta didik, dan para guru bisa mempersiapkan pola belajar dengan baik. (RO/H-3)