Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

UU bukan Penentu Ketahanan Keluarga

Atikah Ishmah Winahyu
21/2/2020 04:00
UU bukan Penentu Ketahanan Keluarga
Psikolog Ratih Ibrahim(MI/ ADAM DWI )

DRAF Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang diusulkan sejumlah anggota DPR membahas hal-hal yang selama ini menjadi bagian dari norma masyarakat. Dari kewajiban suami dan istri untuk saling mencintai, suami wajib menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab, hingga istri wajib mengatur urusan rumah tangga.

Apakah lewat RUU itu ketahanan keluarga bisa tercapai, atau sebaliknya, menjadi kontraproduktif? "DPR enggak usah sok lebai mengatur urusan rumah tangga orang. Untuk membangun keluarga yang harmonis tidak dibutuhkan sebuah regulasi untuk mengaturnya," tegas psikolog Ratih Ibrahim saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, tadi malam.

Untuk membangun keluarga yang harmonis, kata Ratih, hanya dibutuhkan beberapa syarat, antara lain pasangan usia dewasa yang siap untuk menikah dan menjadi orangtua, juga mandiri secara psikologis, sosial, dan finansial. Selain itu, saling mencintai, sehat jasmani dan rohani, mampu berkomitmen, dan be-kerja sama dalam mengupayakan keharmonisan rumah tangga.

"Suami istri lelaki dan perempuan itu mitra hidup, partner. Peran masing-masing dilakukan berdasarkan komitmen dan kebutuhan di sepanjang usia perka-winan. Tiap-tiap keluarga punya dinamika dan romantikanya sendiri-sendiri," serunya.

Menurutnya, ide yang termuat di dalam RUU tersebut sangat tidak adil, terutama bagi perempuan. Peran perempuan di sektor domestik diatur secara berlebihan.

Penghargaan dan apresiasi terhadap keterlibatan dan kontribusi perempuan di sektor publik dihilangkan.

"Jika suaminya tidak mampu jadi bread winner, istrinya enggak boleh bekerja?" imbuhnya.

Diberdayakan

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menilai RUU itu lebih banyak mudarat daripada manfaatnya.

"Ya, itu (RUU Ketahanan Keluarga) memang lebih masuk ke ranah privasi," ujarnya saat dihubungi secara terpisah, tadi malam.

Dalam mengintervensi pembangunan keluarga, kata Hasto, seharusnya dengan pemberdayaan, bukan dengan mengatur relasi antaranggota keluarga.

"Ada ranah privat hubungan suami istri. Saya kira itu kan diatur dalam syariat agama masing-masing. Kami percaya kepada mereka menjalankan agama dengan baik akan mengikuti aturan itu, dan BKKBN enggak masuk sejauh itu," ucapnya.

Sebagai lembaga yang mengemban tugas membangun keluarga Indonesia yang berkualitas, sebut Hasto, ada tiga pilar utama yang jadi sasaran, yaitu keluarga tenteram, mandiri, dan bahagia.

"BKKBN masuknya kalau dia miskin, pemberdayaannya kita urus. Kalau mereka nganggur, kemudian diberdayakan, bagaimana pekerjaan dimunculkan melalui kelompok pemberdayaan," ujarnya.

Empat pendekatan yang selama ini dilakukan BKKBN untuk membangun ketahanan keluarga ialah mengampanyekan pentingnya keluarga untuk berkumpul, berinteraksi, berdaya, peduli, serta berbagi. (Ata/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik