Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMULIHAN ekosistem dan lahan kritis sulit diselesaikan sendirian oleh pemerintah. Partisipasi masyarakat dibutuhkan agar program rehabilitasi bisa berkelanjutan karena pelibatan masyarakat bisa menjadi kunci suksesnya upaya itu.
"Penanaman pohon jelas menjadi solusi utama untuk rehabilitasi lahan kritis. Namun, penanaman jangan bersifat charity atau proyek, tapi harus menjadi gerakan moral bersama masyarakat yang berkesinambungan," kata penggagas Hutan Organik Megamendung Bambang Istiawan dalam Lokakarya Restorasi Ekosistem dan Lahan Kritis di Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Di kawasan Hutan Organik Megamendung, Bambang mengajak warga setempat membentuk kelompok tani untuk memulihkan sekitar 30 hektare (ha) lahan dengan menanam berbagai tanaman secara tumpang sari (agroforestry). Kawasan itu semula gundul, tandus, dan sulit ditanami karena tingkat keasamannya tinggi.
Kini kawasan yang mulai direhabilitasi sejak 2001 tersebut telah berhutan. Sedikitnya terdapat 51 spesies tanaman di Hutan Organik. Pohon utama yang jamak ditanam ialah pohon afrika (Meisopsis eminii) dan rasamala (Altingia excelsa noronha). Tanaman lain yang ditanam secara tumpang sari ialah sayur-mayur, buah-buahan, bambu, dan kopi.
Bambang menuturkan, program rehabilitasi sejatinya juga menyimpan potensi ekonomi. Di Hutan Organik, kelompok tani setiap bulan memperoleh penghasilan dari sayur-mayur dan buah-buahan, sedangkan nilai ekonomi tanaman utama, seperti pohon afrika, dalam jangka waktu 6-7 tahun nilainya mencapai Rp120 juta per hektare.
Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI) Sarwono Kusumaatmadja mengatakan inisiatif sukarela atau rintisan semacam itu patut diapresiasi. Pelibatan masyarakat dalam konteks itu juga menjadi kunci dalam adaptasi perubahan iklim. (Dhk/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved