Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
BEBERAPA hari sebelum hadirnya Ramadan ini, bangsa Indonesia telah melakukan pesta demokrasi Pemilihan Umum dengan agenda Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg).
Dan sebelum Pemilu itu, ada proses kampanye yang sangat panjang dan menyita perhatian publik sehingga masyarakat Indonesia seperti dibuat terkotak-kotak karena adanya fitnah, penyebaran berita bohong (hoaks) dan sebagainya.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar MA PhD, mengimbau kepada masyarakat Tanah Air, khususnya umat muslim, harus bisa memaknai bulan suci Ramadan ini sebagai momentum terbaik untuk mempererat tali persaudaraan, perdamaian, dan saling memaafkan.
Hal ini disebabkan Ramadan kali ini bagi bangsa Indonesia ini betul-betul sangat rahmat. Karena Ramadan hadir di waktu yang tepat dan sangat pas.
“Di mana saat sebelum Pemilu kemarin tentunya kita pernah dilukai hati kita oleh orang lain, mungkin kita pernah dikecewakan oleh orang lain. Dan bahkan kita mungkin juga pernah mengecewakan atau melukai hati orang lain. Nah di bulan suci Ramadan ini kita dianjurkan untuk saling memaafkan untuk mempererat tali persaudaraan dan perdamaian,” ujar Nasaruddin di Jakarta, Kamis (9/5).
Lebih lanjut mantan Wakil Menteri Agama ini berharap agar dengan adanya Ramadan ini, kita semua dapat mendinginkan situasi yang diibaratkan dengan pepatah panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari. Untuk itu dia mengimbau kepada umat Islam pada khususnya untuk menjadikan bulan suci Ramadan ini sebagai bulan penyejuk, bulan pendingin, dan bulan untuk mendamaikan satu sama lain di antara kita.
“Sehingga diharapkan nantinya begitu kita keluar dari bulan suci Ramadan ini seperti sudah tidak pernah ada apa-apa. Jadi kita tidak ada lagi semacam dendam, tidak ada lagi kekecewaan yang muncul, sehingga ringan beban kita dan termaafkan oleh Allah SWT secara vertikal, dan ringan juga beban kita karena kita sudah saling memaafkan secara horizontal,” kata pria kelahiran Bone, 23 Juni 1959 ini.
Dengan demikian, menurut Prof Nasaruddin, jika kita bisa saling memaafkan, maka bulan Ramadan ini akan melunasi kita semuanya, membereskan kita semuanya, dan melicinkan segalanya. Hal ini agar kita semua ke depannya lebih fokus untuk membangun negeri ini di masa depan, agar bangsa ini juga bisa bersaing dengan negara-negara yang sudah maju lainnya.
Baca juga: Metode Pelatihan Guru Perlu Diubah
“Dan kalau perlu kita bisa melebihi negara-negara lainnya itu. Karena kita ini kan berobsesi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yakni negeri yang sangat indah dan penuh dengan pengampunan Tuhan,” kata pria yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia ini.
Dengan adanya Pemilu yang baru lalu itu dia meminta kepada segenap warga masyarakat dan bangsa Indonesia bahwa kita semua harus bisa bersyukur dan belajar di sebuah pengalaman yang sangat bagus dalam demokrasi di Indonesia ini. Di mana dia memberikan contoh sejatinya banyak orang-orang lain seperti masyarakat Timur Tengah yang negara-negaranya mayoritas muslim ingin seperti Indonesia.
“Dimana mereka ingin juga untuk menentukan pimpinannya sendiri, tapi apa boleh buat hal itu tidak bisa terjadi. Karena di negara mereka (kawasan Timur Tengah) pimpinannya itubditentukan nasibnya oleh segelintir orang yang berdarah ‘biru’, di mana mereka ini adalah negara kerajaan. Jangan mimpi bisa menjadi Kepala Negara kalau tidak ada turunan darah ‘biru’ nya,” kata pria yang juga Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) ini.
Hal ini, menurut Nasaruddin, sangat berbeda jauh dengan di Indonesia, di. mana setiap warga negara itu bisa dan punya hak untuk menjadi Kepala Negara sekali pun. Sementara kalau di negara-negara kerajaan tentunya tidak mungkin bisa seperti Indonesia.
“Nah jadi itu. Jadi kita harus bersyukur kalau ada kemarin hal-hal yang sedikit riak-riak itu sebenarnya adalah bumbu-bumbu demokrasi lah. Lebih baik seperti itu daripada terlihat suasana yang adem, tapi sebenarnya terlihat mencekam Kalau itu terjadi,ledakannya bisa seperti di Suriah, Irak, Afghanistan. Tentunya kita tidak ingin seperti itu. Mari kita berikan semacam kanalisasi terhadap sesuatu yang bisa menimbulkan ledakan dalam batin kita masing-masing,” ujarnya.
Karena bulan suci Ramadan ini, menurutnya, betul-betul sangat indah karena bisa mendamaikan semua orang serta bisa menyejukkan situasi.
"Di mana malam-malam kita bisa pergi untuk bertarawih bersama, kemudian di dalam masjid sudah tidak ada lagi yang namanya 01 atau 02. Hilanglah semua itu di dalam masjid. Yang ada hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Allahu Akbar, kan seperti itu,” katanya.
Untuk itu, dia juga mengimbau kepada para seluruh tokoh-tokoh bangsa, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bisa memelihara dan menahan diri untuk tidak memberikan pernyataan yang bisa membikin situasi menjadi keruh kembali. Setelah Ramadan ini nanti tentunya semua pihak harus tetap bisa mendinginkan situasi.
“Hemat saya, bukan orang hebat, bukan orang lah pintar yang tidak pernah me-ngerem apa pun yang ada di dalam benaknya. Tidak mesti harus mengungkapkan semua uneg-uneg (perasaan yang terpendam) yang mampir di kepala kita. Karena orang yang matang adalah orang yang mampu untuk bicara seperlunya," tuturnya.
Mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam di Kementerian Agama ini menambahkan, kalau tidak ada keuntungannya tentunya kenapa harus bicara yang bisa membuat suasana menjadi keruh.
“Biarkanlah kita pendam sendiri saja. Biarkanlah orang lain mungkin jatuh, tapi jangan karena dari mulut kita. Mari kita jangan menjadi faktor penyebab situasi semakin keruh, tapi jadilah faktor yang dapat membikin situasi menjadi lebih tenang,” pungkasnya. (RO/OL-1)
Program ini menjadi bukti bahwa Ramadan tak hanya sebagai momen ritual ibadah semata, tetapi langkah nyata memperkuat solidaritas sosial.
Kesejahteraan masyarakat mengalami penurunan selama Ramadan hingga Idul Fitri 2025. Hal ini tercermin dari data Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) per Maret 2025.
Pembahasan tentang puasa Syawal terkait dalil hukum dan beda pendapat mazhab, nilainya seperti puasa setahun, orang yang tidak berpuasa Ramadan, dan niat puasa Syawal. Berikut penjelasannya.
Pada momen Ramadan dan Lebaran, kesehatan kulit harus dijaga agar tidak terpengaruh dengan pola makan, hidrasi, dan gaya hidup.
Melalui program Hampers Produk Mustahik ini, Baznas telah melakukan Kurasi Produk untuk mendukung UMKM binaannya dalam memproduksi kue-kue berkualitas.
Yasir turut mengapresiasi seluruh tim YBM PLN serta para muzakki yang telah berkomitmen untuk terus mewujudkan kepedulian sosial, terutama kepada para mustahik, di bulan Ramadan ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved