Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
Pemerintah mempertahankan kebijakan uji kompetensi nasional bagi tenaga kesehatan seperti perawat dan bidan sebagai syarat kelulusan. Pasalnya, hal itu merupakan instrumen penting penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan.
"Uji kompetensi tetap dilaksanakan sebagai amanah Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan," kata Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) Ismunandar kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.
Sesuai UU itu, mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti uji kompetensi yang diselenggarakan panitia nasional. Itulah yang dikeluhkan Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (HPTI).
"Kami ingin uji kompetensi menjadi otonomi kampus. Kami juga menuntut pencabutan Permenristekdikti Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan," ujar Sekretaris HTPI Gunarmi saat audensi dengan DPR, kemarin.
Sejak aturan itu diberlakukan, HTPI mencatat sebanyak 357.028 lulusan tenaga kesehatan meng-anggur karena tidak lulus uji kompetensi. Mereka terdiri dari para lulusan pendidikan D-3 kepe-rawatan dan D-3 kebidanan. "Hal yang diujikan menurut kami hanya berbasis knowledge karena berbasis komputer, sedangkan uji kompetensi sesungguhnya ialah pengetahuan, sikap, dan keterampilan bagaimana berinteraksi dengan pasien."
Baca juga: Pemerintah Diminta Evaluasi Uji Kompetensi Perawat dan Bidan
Saat dihubungi, Ketua Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PP PPNI) Harif Fadhillah mengatakan hampir semua negara menerapkan uji kompetensi nasional bagi tenaga kesehatan terutama perawat.
"Uji kompetensi itu penting dan menjadi bagian dari sistem yang telah berlaku secara internasional. Hal yang perlu diperjuangkan ialah bagaimana pengelolaan lulusan yang belum lulus. Harus ada kebijakan pemerintah, pihak mana yang berkewajiban membina," cetus Harif.
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kemenkes Usman Sumantri mengungkapkan, sertifikasi kompetensi sangat penting dan menjadi acuan banyak negara. Ia mencontohkan, banyak perawat Indonesia yang tidak lulus ujian nasional perawat Jepang (Kangoshi) hingga akhirnya mereka dipulangkan.
Mereka dikirim ke Jepang dalam rangka kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Diperluas
Sejak 2014 hingga kini, Kemenristek-Dikti telah melaksanakan uji kompetensi nasional untuk program diploma III keperawat-an, diploma III kebidanan, dan profesi ners. Dalam pelaksanaannya, Ismunandar mengakui masih ada banyak hal yang harus disempurnakan.
"Penyempurnaan akan dilakukan berkelanjutan dengan masuk-an dari semua stakeholder (pihak terkait)," terang Ismunandar.
Selain perawat dan bidan, sambungnya, uji kompetensi nasional akan diperluas pada seluruh bidang kesehatan sebagai salah satu syarat kelulusan dari pendidikan vokasi atau profesi (exit exam).
"Akan diimplementasikan mulai akhir Juni 2019. Kemenristek-Dikti dan Kemenkes akan memfasilitasi sosialisasi dan persiapannya. Nanti akan dilaksanakan penuh pada 2020," imbuh Ismunandar.
Untuk kebutuhan itu, Kemenristek-Dikti akan membentuk panitia nasional uji kompetensi bidang kesehatan dengan usulan perwakilan dari Kemenkes, Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), asosiasi institusi pendidikan dan organisasi profesi bidang kesehatan. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved