Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Harimau Sumatra kembali Disurvei

MI
14/3/2019 09:40
Harimau Sumatra kembali Disurvei
(ANTARA/Wahdi Septiawan)

PEMERINTAH meluncurkan Sumatra Wide Tiger Survey (SWTS) sebagai bahan evaluasi efektivitas konservasi yang selama ini dijalankan. Survei tersebut ditargetkan rampung akhir 2019.

"Survei untuk mengetahui kondisi terkini. Program konservasi telah berkembang dalam 10 tahun terakhir. Komitmen dan kerja sama dengan para pihak terkait akan terus ditingkatkan," kata Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tandya Tjahjana di Jakarta, kemarin.

Berdasarkan studi Santiapillai & Ramono (1987), populasi harimau sumatra tercatat 800 individu dan hanya tersisa 325 individu menurut catatan Global Tiger Initiative di 2010. Kini populasinya menurut data KLHK (2018) diperkirakan meningkat menjadi 604 ekor. Jumlah itu tersebar di 23 lanskap hutan di Sumatra.

Pemerintah menargetkan peningkatan populasi spesies harimau sumatra sebanyak dua kali lipat pada 2022. Target tersebut tertuang dalam National Tiger Recovery Program (NTRP) 2010-2022.

Menurut Tandya, habitat dan kantong populasi harimau banyak berkurang pada periode 1985-2008 akibat perubahan tutupan hutan dan perubahan fungsi lahan. Selain itu, perburuan dan perdagangan ilegal serta terjadinya konflik manusia dengan harimau juga merupakan ancaman bagi kelestarian satwa dilindungi tersebut.

Baca Juga : Konservasi Harimau Sumatra Dievaluasi

Koordinator Pelaksana SWTS Hariyo Wibisono menyatakan SWTS kali ini akan menjadi survei satwa liar terbesar di dunia, baik dalam hal kemitraan, SDM yang terlibat, maupun luasan wilayah.

Sebanyak 74 tim survei dari 30 lembaga diturunkan untuk melaksanakan survei di 23 wilayah sebaran harimau seluas 12,9 juta hektare (ha) di seluruh Sumatra. Sebelumnya, SWTS pertama pada 2007-2009 pernah dilakukan pada area 11 juta ha.

Survei tahun ini, imbuh Hariyo, juga akan meneliti keragaman populasi genetik harimau sumatra untuk bahan strategi konservasi mengurangi risiko perkawinan sekerabat (inbreeding) yang bisa berdampak pada kepunahan.

"Hasil SWTS ini nantinya akan digunakan untuk menentukan strategi konservasi ke depan," pungkas Hariyo. (Dhk/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya