Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan, Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) belum akan menggantikan ujian nasional (UN), tahun ini. AKSI dipersiapkan sebagai alternatif kebijakan di tahun mendatang.
"Jadi ini baru sebatas wacana, akan tetapi realisasinya belum ke arah itu," ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad di Kantor Kemendikbud Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, pada acara Sosialisasi Kebijakan Dikdasmen di Jakarta, Senin (11/3), Hamid melontarkan wacana penggantian UN melalui AKSI sebagai sistem penilaian untuk pemetaan kualitas pendidikan. Pasalnya, UN dinilai kian rendah dampak manfaatnya dewasa ini bagi keberlanjutan penilaian pendidikan.
"Apa yang saya sampaikan pada acara sosialisasi tersebut, ditujukan untuk mengantisipasi jika ada perubahan kebijakan UN tahun depan."
AKSI digelar guna meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau high order thinking skill (HOTS) para siswa berumur 15 tahun. Melalui AKSI, para siswa akan terbiasa dengan soal-soal HOTS.
Selain itu, AKSI juga membantu meningkatkan rangking Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang saat ini masih berada di bawah negara lain.Penerapan AKSI telah diterapkan di beberapa sekolah yang menjadi sampel, selama dua tahun terakhir.
Baca Juga : Sinergi Kemendikbud-TNI AD Berdayakan Satgas Guru di Daerah 3T
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno menambahkan, AKSI mendeteksi lebih dalam untuk kompetensi siswa jika dibandingkan dengan UN. Misalnya, AKSI menilai kemampuan siswa beralasan secara logis, kemampuan siswa memahami wacana yang kompleks.
Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengingatkan, wacana perubahan sistem penilaian kompetensi siswa dari UN ke AKSI jangan sekadar berganti kemasan. "Keduanya sama sama membuat soal ujian yang harus dikerjakan siswa, sama-sama mengeluarkan nilai," katanya.
Ia mengutarakan, skema penilaian kemampuan siswa dengan menggunakan tes, nilai, atau skor tidak cocok diterapkan pada era revolusi industri 4.0. "Mestinya bersifat deskripsi," tutupnya. (Bay/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved