Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
PEMERINTAH RI, hingga kemarin, dilaporkan belum menemukan titik kesepakatan dengan pemerintah Arab Saudi terkait dengan perekaman biometrik yang menjadi syarat penerbitan visa jemaah haji.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin menuturkan ada keinginan kuat dari pemerintah Arab Saudi untuk rekam biometrik menjadi syarat proses penerbitan visa.
“Kami butuh dukungan dari DPR agar penerbitan visa tidak perlu dengan rekam biometrik,” ujar Lukman Hakim saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Senin (4/2).
Sebelumnya, panitia kerja dalam rapat yang sama mendesak pemerintah agar penerapan perekaman biometrik kepada jemaah haji dan Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) tidak dikaitkan dengan proses penerbitan visa haji dalam penyelenggaraan ibadah haji 1440 Hijriah/2019.
Hal ini juga menjadi kesimpulan pada RDP Panitia Kerja Komisi VIII DPR tentang BPIH Tahun 1440 Hijriah/2019 dengan Panja BPIH Kementerian Agama, Senin.
Pemerintah Arab Saudi diketahui telah memberlakukan aturan pengambilan data biometrik calon jemaah umrah dan haji lewat perusahaan swasta Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel. Dalam aturan itu, calon jemaah dikenai biaya Rp117 ribu per orang untuk rekam biometrik di 34 cabang milik VFS Tasheel di Indonesia.
Aturan biometrik diterapkan pada 17 Desember 2018. Padahal, Indonesia telah meminta Arab Saudi untuk menundanya. Namun, hingga berita ini diturunkan, dilaporkan belum ada jawaban dari pemerintah Arab Saudi.
Direktur Lalu Lintas Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM, Cucu Koswala, sempat menegaskan pengambilan data biometrik tidak bisa dilakukan sembarang pihak karena rentan disalahgunakan.
“Bagaimana mungkin swasta dari luar bisa mengambil data biometrik warga negara Indonesia lalu dikirimkan ke negaranya?” ungkap Cucu saat rapat kerja dengan Komisi I DPR, beberapa waktu lalu.
Biaya haji
Dalam RDP juga ditetapkan besaran biaya yang harus dibayarkan jemaah haji tahun ini, yakni Rp35.235.602.
Menurut Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily, biaya operasional ibadah haji 2019 direncanakan senilai Rp69.744.435. “Dari total biaya itu, jemaah hanya membayar rata-rata Rp35.235.602 atau sama dengan rata-rata BPIH tahun lalu,” ujarnya.
Panja Komisi VIII DPR bersama pemerintah menyepakati asumsi nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dolar Amerika (US$) dan riyal Arab Saudi (SRls) yang digunakan sebagai dasar perhitungan BPIH.
Besaran mata uang yang menjadi biaya haji ialah US$1 setara Rp14.200 dan SRls1 setara Rp3.786,67.
“Jadi, harga rata-rata biaya penerbangan per jemaah dari embarkasi haji ke Arab Saudi pulang-pergi Rp30.079.285 dengan rincian Rp29.555.597 dibayar jemaah. Sisanya Rp523.688 dibebankan pada dana optimalisasi (indirect cost),” kata Ace.
Biaya hidup ditetapkan sebesar SRls1.500, atau ekuivalen Rp5.680.005, dibayar jemaah haji dan TPHD dan diserahkan kembali kepada jemaah dan TPHD dalam mata uang riyal.
“Jadi, sama dengan biaya tahun sebelumnya.” Dalam rapat juga disepakati, besaran direct cost 2019 tidak termasuk biaya visa bagi jemaah haji dan TPHD yang sudah pernah berhaji sesuai dengan data pemerintah Arab Saudi sebesar SRls2.000 per orang. (X-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved