Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Menguji Wolbachia Jadi Senjata Terkini Tekan DBD

Ardi Teresti
31/1/2019 22:10
Menguji Wolbachia Jadi Senjata Terkini Tekan DBD
( AFP PHOTO / RHONA WISE)

SEBUAH bangunan di Kompleks Perumahan Dosen UGM Sekip, Sleman, terlihat biasa dari luar. Hanya seorang penjaga dan dua puluhan sepeda motor yang tampak parkir di halaman depan.

Namun, siapa sangka, di dalam rumah itu ada kerja besar yang tengah dilakukan oleh para peneliti yang tergabung di World Mosquiro Program Yogyakarta. Sebuah penelitian untuk menggunakan nyamuk ber-Wolbachia dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD).

"Wolbachia adalah bakteri yang hidup secara alami di serangga," terang dr Riris Andono Ahmad MPH PhD, selaku Coprincipal Investigator World Mosquito program Yogyakarta, Kamis (31/1) sore. 

Ia menyebut, ada sekitar 60-70% serangga memiliki Wolbachia, tetapi di nyamuk Aedes aegypti tidak ada. Peneliti asal Australia menghasilkan penelitian, Wolbachia dapat mengeblok replikasi virus dengue. Artinya, jika nyamuk menghisap darah yang mengandung virus dengue, virus tersebut tidak dapat bereplikasin di dalam tubuh nyamuk. Akibatnya, virus dengue tidak dapat ditularkan ke orang lain.

Selain itu, bakteri Wolbechia menurun ke nyamuk generasi selanjutnya. "Kalau nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber Wolbachia, seluruh telurnya akan ber-Wolbachia," kata dokter yang juga menjabat Direktur Pusat Kedokteram Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan.

Jika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, telurnya tidak akan menetas. Kalaupun kedua jenis kelamin nyamuk ber-Wolbachia, keturunannya juga akan ber-Wolbachia.

Penelitian nyamuk ber-Wolbachia di Indonesia dimulai sejak 2011, mulai tahapan visibilitas penilaian komprehensif teknologi, keamanan, dan implementasi. Pada 2014, dilakukan pelepasan nyamuk pertama masing masing dua pedukuhan di Sleman dan Bantul.

Dari pelepasan nyamuk saat itu yang hanya dilakukan selama enam bulan, sekarang di daerah itu mayoritas nyamuknya ber-Wolbachia. Persentasenya
mencapai 80-90% nyamuk ber-Wolbachia.

Setelah itu, pada 2016 dan 2017, nyamuk ber-Wolbachia juga di rilis di beberapa tempat di Kota Yogyakarta. Hasil pengamatan di seluruh Kota Yogyakarta lewat 500 perangkap nyamuk yang disebar, populasi nyamuk ber-Wolbachia sekitar 80-90%.

Menurut dia, penelitian ini masih terus berjalan. "Di lab memang sudah terbukti mengeblok penularan dengue, sedangkan di alam banyak faktor yang terlibat. Kita sedang melihat efektivitas intervensi tersebut," kata dia.

Pria yang akrab disapa Ando itu mengatakan, penelitian memasuki fase ketiga, yaitu efektivitas kasus intervensi penyebaran nyamuk ber-Wolbachia terhadap kasus DBD di Kota Yogyakarta. Caranya, pasien suspect dengue di puskesmas direkrut dan diperiksa status denguenya.

"Jika positif dengue, kita teliti apakah dia (pasien) berasal dari tempat yang kita sebari nyamuk ber-Wolbachia atau tidak," kata dia. 

Hipotesis penelitian ini, kasus DBD di daerah yang tidak disebari nyamuk ber-Wolbachia dua kali lipat jika dibandingkan dengan yang tidak disebari.

Seharusnya, hasil penelitiannya sudah dapat diperoleh pada akhir 2019. Namun, kasus dengue pada 2018 sangat rendah di DIY dan daerah-daerah lainnya. Pada saat itu, tidak punya banyak kasus yang bisa diteliti dan baru banyak kasus pada awal 2019. Alhasil, pihaknya memundurkan target penelitian hingga 2020.

"Penelitian ini ditunggu oleh WHO. Bahkan, pada 2016, WHO Vector Control Advisory Group di Jenewa menyatakan, harus ada bukti ilmiah sebelum teknologi ini bisa dijadikan strategi alternatif pengendalian dengue," jelas Ando. 

Jika berhasil, lanjut Ando, bisa untuk mengadvokasi secara nasional, teknologi penyebaran nyamuk ber-Wolbachia sebagai strategi komplementer, pendamping, strategi yang sudah ada, yaitu pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Ia menyebut, penelitian nyamuk Wolbachia sekarang ada di 10 negara, termasuk di Yogyakarta, Indonesia. Namun, hanya penelitian di Yogyakarta yang benar-benar dirancang untuk membuktikan efektivitas penelitian yang tertinggi.

Total penelitian nyamuk ber-Wolbachia melibatkan sekitar 100 peneliti dari berbagai bidang, mulai dokter, ahli serangga, biologi molekuler, epidemiologi, community engagement. "Penelitian dengan syarat evidence tertinggi memang dirancang di Yogja," pungkas dia. (A-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Agus Triwibowo
Berita Lainnya