Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Hasil Riset Harus Jadi Produk Inovasi

Dhika Kusuma Winata
27/10/2018 04:40
Hasil Riset Harus Jadi Produk Inovasi
(ANTARA FOTO/Audy Alwi)

HASIL riset jangan hanya menjadi publikasi ilmiah, tetapi harus memiliki nilai lebih dan berdampak luas bagi masyarakat dengan dihilirkan menjadi produk inovasi. Untuk mewujudkannya, diperlukan kolaborasi antara dunia akademik, industri, dan pemerintah.

Menurut Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) Muhammad Dimyati, dalam menghadapi berbagai masalah di Indonesia saat ini, banyak hal bisa dilakukan melalui potensi inovasi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang mampu menghasilkan inovasi dengan nilai komersial dan kebermanfaatan.

"Pemerintah mendorong kolaborasi riset antara swasta dan perguruan tinggi, terutama dalam hal pendanaan untuk penghiliran riset sebab hingga saat ini porsi dana riset nasional swasta masih tergolong minim," katanya dalam forum diskusi Ristekdikti-Kalbe Science Awards (RKSA) yang digelar PT Kalbe Farma Tbk di Jakarta, kemarin.

Dalam diskusi hadir pula Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius, Direktur Kalbe Farma Sie Djohan, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) LT Handoko, dan Direktur PT Swayasa Prakarsa (UGM) Bondan Ardiningtyas.

Direktur Kalbe Farma Sie Djohan menambahkan, sinergi antara dunia akademik, bisnis, dan pemerintah bisa mewujudkan hasil penelitian yang memiliki nilai tambah dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Saat ini telah bermunculan kolaborasi swasta dan perguruan tinggi yang bisa dihilirkan untuk menghasilkan produk komersial. Di bidang kesehatan, ujarnya, salah satu hasil kolaborasi itu ialah obat terapi darah tinggi Gamatensi.

"Bukan zamannya penelitian berjalan sendiri-sendiri karena sekarang eranya kolaborasi. Tingkat keberhasilan dari kolaborasi lebih tinggi dan lebih cepat. Sekarang kolaborasi itu terus bermunculan," ujarnya.

Menurutnya, satu dari beberapa tantangan yang menghambat langkah instansi penelitian dalam meriset sampai ke tahap komersial ialah keterbatasan dana. Kolaborasi dengan swasta ialah salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

"Di Indonesia perlu lebih banyak investor yang berminat di sektor berisiko tinggi seperti dunia riset. Peran investor mesti dikembangkan. Saat ini mulai banyak investor di bidang digital, tapi diharapkan ini tidak terbatas bisnis digital, tetapi juga di bidang riset lain," jelasnya.

Jiwa kewirausahaan

Bondan Ardiningtyas menyatakan tantangan dunia riset untuk masuk ke pasar memang masih besar. Gerakan bersama dari para peneliti untuk berkolaborasi dengan swasta perlu dibangun.

Peneliti, lanjutnya, juga perlu memiliki jiwa kewirausahaan dan pola pikir terbuka untuk siap berkolaborasi. "Jaringan dengan swasta perlu dikelola. Saat ini peneliti sudah mulai terbuka atas kolaborasi dan ini merupakan tren bagus," ucapnya.

Program RKSA 2018 digelar PT Kalbe Farma Tbk bekerja sama dengan Kemenristek-Dikti. Lima peneliti memenangi RKSA dan mendapat dana riset total Rp1,65 miliar.

Lima peneliti itu ialah Anggraini Barlian dan Dessy Natalia dari Institut Teknologi Bandung, Endang Sutriswati Rahayu dari Universitas Gadjah Mada, Made Astawan dari Institut Pertanian Bogor, dan Rahyussalim dari Universitas Indonesia. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya