Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Tahun Depan RS Wajib Jalani Akreditasi

Indriyani Astuti
19/10/2018 03:30
Tahun Depan RS Wajib Jalani Akreditasi
(Thinkstock)

MULAI tahun depan, setiap rumah sakit (RS) wajib menjalani akreditasi. RS yang belum terakreditasi tidak dapat be-kerja sama dan menerima pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hal itu dinyatakan Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Koentjoro Adi Purjanto. Ia menjelaskan, saat ini 44% RS belum menjalani akreditasi karena belum siap. Sebab, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit dan sumber daya manusia (SDM) mencukupi untuk memenuhi standar akreditasi.

“Kendala RS, untuk mencapai akreditasi itu perlu sumber dana, kelengkapan SDM, dan lain-lain. RS-RS di setiap provinsi kendalanya berbeda-beda,” ujar Koentjoro ketika ditemui di sela-sela Kongres XIV Persi, Seminar Tahunan XII Patients Safety, dan Hospital Expo XXXI bertajuk Dengan Smart Hospital dan Jiwa Hospitap Preneurship Rumah Sakit Indonesia Siap Melaksanakan Universal Health Coverage dan Berkompetisi pada Era Global, di Jakarta Convention Center, Kamis (18/10).

Ia menjelaskan, untuk memperoleh akreditasi, RS harus memenuhi tatanan dan parameter dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit yang harus dipenuhi. Jumlahnya sekitar 2.300 parameter. Standar yang dibuat Komisi Akreditasi Rumah Sakit tersebut mengikuti standar internasional sehingga banyak instrumen yang harus dipenuhi.

“Saya yakin RS di seluruh Indonesia niatnya akan akreditasi, tapi belum siap,” imbuhnya.

Berpihak pada pasien
Akreditasi RS merupakan pengakuan terhadap mutu layanan. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi di RS ialah UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan Permenkes 1144/ Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

RS yang telah terakreditadi berarti telah memenuhi standar yang ditetapkan. Salah satu instrumen yang ada dalam akreditasi rumah sakit ialah keselamatan pasien. “Akreditasi menjadi alat untuk mengubah perilaku RS untuk melaksanakan kewajiban dan amanahnya,” kata Koentjoro.

Tujuan akreditasi, kata dia, bukan untuk mengejar sertifikat, melainkan mengubah perilaku rumah sakit agar berpihak kepada pasien. Selain itu, memastikan pelayanan yang diberikan sesuai prosedur operasi standar.

Dari data Persi, rumah sakit yang teregistrasi sebanyak 2.821 di seluruh Indonesia. Namun yang sudah terakreditasi hanya 1.568 atau 56%. Koentjoro mengatakan hampir semua rumah sakit tipe A dan B sudah mendapat akreditasi. “Yang paling banyak di Indonesia tipe C dan D. Itu yang belum,” ujar Koentjoro.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mendorong RS-RS untuk menjalani akreditasi. Mengingat, tahun depan Indonesia ditargetkan sudah memasuki era jaminan kesehatan semesta (universal health coverage/UHC). Yakni, minimal 95% penduduk masuk JKN.

“Mutu pelayanan kesehatan tidak bisa dilihat dari biaya, tetapi akreditasi RS. RS (yang belum terakreditasi) harus segera menyelesaikan akreditasi,” katanya.

Menkes menerangkan, salah satu kendala yang dihadapi dalam proses akreditasi RS ialah tenaga kesehatan yang belum merata. Ia berharap program Nusantara Sehat dan Wajib Kerja Dokter Spesialis yang digalakkan Kemenkes bisa menjadi solusi mengisi tenaga kesehatan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya