Pemerintah Siapkan Rp4,9 T Selamatkan BPJS Kesehatan

Indriyani Astuti
17/9/2018 17:25
Pemerintah Siapkan Rp4,9 T Selamatkan BPJS Kesehatan
(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

PEMERINTAH menyiapkan dana sebesar Rp4,93 triliun untuk diberikan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK Nomor 133/2018 tentang Tata Cara Penyediaan, PencaiRan dan pertanggungjawaban dana cadangan program JKN pada 10 September lalu.

"Sedang kita proses, peraturan menteri keuangan sudah keluar. Akhir minggu ini diharapkan bisa diberikan," ujar Mardiasmo dalam rapat koordinasi membahas penanggulangan defisit BPJS Kesehatan di Komisi IX DPR, Senin (17/9).

Hadir pada rapat tersebut Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Professor Ilham Oetama Marsis, dan Perwakilan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) cabang DKI Jakarta Koesmedi.

Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf. Hadir juga perwakilan Komunitas Cuci Darah Indonesia yang merupakan peserta program JKN.

Dipaparkan Mardiasmo, sebelum dilakukan audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), BPJS telah diminta untuk melakukan asersi defisit. Jumlahnya diperkirakan sebesar Rp16,5 triliun. Ada perbedaan perhitungan defisit antara BPJS Kesehatan dengan hasil audit BPKP.

"Setelah dilakukan audit ada koreksi sebesar Rp5,59 triliun. Jadi hasil perhitungan BPKP untuk defisit BPJS menjadi sebesar Rp10,98 triliun," kata Mardiasmo.

Mardiasmo menegaskan dana talangan akan segera diberikan. Pemerintah juga menyiapkan sejumlah bauran kebijakan yang dapat dilakukan untuk menutup defisit yang terjadi.

Sejumlah bauran yang dimaksud antara lain, tunggakan iuran pemerintah daerah. Selain itu, Peraturan Presiden yang baru saja ditandangani oleh Presiden Joko Widodo memuat pemanfaatan dana pajak rokok untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Pajak rokok ini diberlakukan untuk semua daerah karena semua daerah masyarakatnya merokok," terang Mardiasmo.

Ia lebih jauh menjelaskan pada perpres tersebut ada kewenangan Kementerian Keuangan untuk memotong pajak rokok bagi pemerintah daerah yang kurang memenuhi kewajibannya terkait JKN seperti belum mengintegrasikan peserta Jamkesda ke JKN-KIS atau masih ada tunggakan.

"Dipotong pun yang ada berita antara pemerintah daerah dan BPJS Kesehatan," terang Mardiasmo.

Langkah lainnya yang dapat diambil, imbuh Mardiasmo melalui efisiensi dan efektivitas layanan kesehatan yang diatur dalam Perpres, antara lain

perbaikan manajemen klaim kesehatan, perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik, dan pelaksanaan strategi puscahing. Selain itu, perbaikan pengelolaan dana kapitasi dan pemanfaatan sisa dana kapitasi. Hasil temuan BPKP menunjukan ada Rp3 triliun dana kapitasi di puskesmas yang selama ini mengendap tidak digunakan. Padahal dana itu bisa dimanfaatkan untuk efisiensi.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan defisit arus kas sudah diprediksi sejak awal tahun 2018 yakni Rp16,5 triliun. Jumlah itu berasal dari Rencana Kerja dan Anggaran Rp12,1 triliun ditambah hutang jaminan pada 2017 sebesar Rp4,4 triliun.

"Walaupun ada perbedaan metodelogi dan asumsi (dengan perhitungan BPKP), defisit arus kas yang sebenarnya akan terlihat pada akhir tahun," ujar Fahmi.

Menurut Fahmi, dinamika utilisasi dan pertambahan peserta juga mempengaruhi besaran defisit nantinya. (X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya