Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SEBAGAI anak yang lahir dari keluarga petani transmigran di Lampung, Bernardus Yosep Te Victoria, yang akrab disapa Yosep atau Jos, tak pernah punya mimpi tinggi.
Hidupnya bersahabat dengan kekurangan, mulai dari angon kerbau sebelum sekolah dan ketika SMA menjadi tukang ojek untuk menambah uang saku. Keputusannya merantau ke Jakarta pada 1996 dengan bekal ijazah SMA menjadi awal perjuangannya bekerja apa saja untuk bertahan hidup di Jakarta.
Setelah berhenti bekerja sebagai penjual buku, Jos berhasil menjadi pekerja 'kantoran' sebagai office boy (OB) di sebuah stasiun televisi yang ternyata menjadi salah satu titik penting perjalanan hidupnya.
Beragam kisah hidup Jos yang penuh warna, jatuh berkali-kali, dan bangkit berkali-kali terbaca dalam buku 'I'm Jongos'. Buku ini merupakan dokumentasi jujur sebuah episode hidup Jos mulai dari titik terendah sebagai seorang 'jongos' hingga sampai pada titik menjadi seorang pengusaha yang mengelola beberapa perusahaan beromset miliaran rupiah.
"Pekerjaan sebagai OB yang saya alami waktu itu sangat berat, karena harus melayani banyak pegawai di dua lantai," kenang Jos saat peluncuran buku 'I'm Jongos' di STBA LIA, Jakarta, Sabtu (8/9).
Namun, hikmah bekerja sebagai OB di stasiun TV waktu itu juga membuatnya sadar bahwa dia punya ketertarikan di bidang penyiaran dan multimedia. Dia sangat antusias memperhatikan kru televisi bekerja. Ia pun acap bertanya kepada para kru berbagai hal tentang dunia broadcasting dan multimedia.
Kesempatan belajar itu makin luas saat Jos pindah ke MTV Indonesia, juga sebagai OB. Di sana, Daniel Tumiwa, salah seorang pendiri MTV Asia yang menjabat sebagai Head of Marketing, memberi akses belajar seluas-luasnya kepada Jos.
"Kelebihan Yosep adalah dia selalu tahu dan berupaya keras menjawab pertanyaan 'kenapa' kepada dirinya," ungkap Daniel, seorang yang dianggap Jos sebagai salah seorang guru terpentingnya dalam bisnis.
Menurut Daniel, ketika Jos menjalani dengan sungguh pekerjaan sebagai OB, dia tahu akan berkenalan dengan orang yang bisa mengubah hidupnya.
Ketika meyakini ketertarikannya menangani peralatan syuting, dia tahu suatu hari ia akan memiliki banyak alat-alat untuk memproduksi film. Yosep meyakini kenapa dia harus tahu manajemen, karena dia tahu akan memimpin banyak orang suatu waktu. Dan semuanya terwujud.
Kendati tidak merangkum semua perjalanan hidup Jos secara detail, beberapa peristiwa unik dan penting termasuk sisi kelam Jos terbaca dalam buku ini hingga kita dapat menemukan apa yang menjadi titik tolak serta daya juang Jos untuk mengubah takdir hidupnya.
Lebih dari sekadar mendokumentasikan sebagian perjalanan hidup Jos, hal penting dari buku ini adalah sebuah inspirasi kerasnya bagaimana perjuangan seorang manusia mengubah takdir hidupnya, dari seorang jongos hingga mampu menjadi bos perusahaan beromset miliaran.
Di sela-sela kesibukannya saat ini, Jos ingin pensiun di usia 45 tahun. Di usia itu, Jos bertekad membangun 'rumah pintar', sejenis panti penampungan bagi anak-anak yang diyatim piatukan keadaan.
Di rumah ini akan diajarkan aneka macam keterampilan mulai dari berkebun, beternak, kebengkelan, hingga multimedia, untuk melatih jiwa entrepeneur mereka sekaligus menumbuhkan mental 'pemberi' dan mengikis habis mental 'peminta'.
"Hidup bukan semata soal hitung-hitungan. Ada saatnya memberi pelayanan," tutup Jos. (RO/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved