Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SAMPAH plastik mempunyai efek pencemaran yang berbahaya bagi tanah, air, dan laut.Di wilayah perairan, sampah plastik bisa melebihi jumlah ikan pada 2050 mendatang jika tidak segera dikendalikan.Keberadaan sampah plastik di perairan bahkan mengancam kehidupan biota di dalamnya.
Salah satu jenis sampah plastik yang banyak ditemukan ialah sedotan plastik. Sedotan plastik masuk dalam lima besar jenis sampah plastik yang ada. Di Indonesia saja, setiap harinya, ada 93,2 juta sedotan plastik dikonsumsi masyarakat Indonesia. Jumlah sedotan tersebut bila disejajarkan setara dengan jarak Jakarta ke Mexico City atau sepanjang 16.784 km. Bila dikalkukasi selama seminggu jumlahnya setara dengan tiga kali keliling bumi.
Putri Selam Indonesia 2017 Madina Suryadi mengatakan, saat ini di Indonesia sudah banyak area penyelaman yang justru dipenuhi sampah.Sebagian besar berupa sampah plastik.Hal itu memotivasi dirinya dari sekadar menyelam untuk kegiatan rekreasional menjadi aktivitas pengumpulan sampah bawah laut.
“Saya sangat geram kalau apa yang saya cintai itu dirusak. Saya pikir kalau cuma jadi penikmat saja, itu sia-sia.Akhirnya, cari teman untuk lakukan aktivitas pembersihan bawah laut, juga melakukan edukasi ke masyarakat,” kata Madina di Jakarta, Jumat (20/7).
Dari aktivitas pembersihan bawah laut tersebut, Madina mengakui salah satu sampah plastik yang banyak ia temui adalah sedotan plastik. Tak jarang, sedotan tersebut justru bisa tidak sengaja dikonsumsi biota air atau laut yang berujung pada penderitaan atau bahkan kematian.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan, bersama-sama dengan kantong belanja plastik dan styrofoam, sedotan plastik sebenarnya bagian dari kebiasaan masyarakat yang bisa disubstitusi. Namun, upaya tersebut diakuinya tidak mudah.
Perlu upaya dari diri sendiri untuk meniadakan sedotan plastik atau mencari penggantinya.KLHK pun terus berupaya mengedukasi masyarakat mengenai bahaya penggunaan sedotan plastik yang bisa menyebabkan kepunahan bagi makhluk hidup lainnya.
“Sedotan untuk minum itu pada dasarnya tidaklah wajib. Sebelum ada sedotan plastik, pun kita tidak menggunakannya, lalu kemudian jadi terbiasa setelah sedotan ditemukan dan dipasarkan.Padahal, dampaknya luar biasa. Untuk mengubahnya perlu kesadaran dari diri sendiri untuk tidak menggunakannya,” ujar Novrizal.
#nostrawmovement
Upaya pemerintah dalam mendorong perubahan perilaku tersebut pun mendapat sambutan baik dari pelaku industri, terutama pelaku jasa makanan dan minuman yang bersentuhan dengan sedotan plastik.Contohnya saja gerakan #nostrawmovement atau Gerakan tanpa Sedotan Plastik yang diluncurkan tahun lalu.
Seluruh gerai KFC yang di kelola PT Fast Food Indonesia, sejak Mei lalu, tidak lagi menyediakan sedotan plastik di area makan. Sedotan hanya diberikan jika konsumen memintanya di tempat pemesanan.General Manager Marketing KFC Indonesia Hendra Yuniarto mengatakan, gerakan tanpa sedotan plastik di gerai KFC membuat penggunaan sedotan plastik berkurang hingga 45%.
“Sebelum ada kebijakan tersebut, pengadaan sedotan plastik di KFC mencapai 10-12 juta setiap bulannya. Sebagai restoran keluarga, tidak semua sedotan tersebut digunakan, beberapa justru jadi mainan dan kemudian terbuang.Karena itu kami menggandeng Divers Clean Action menggelorakan #nostrawmovement,” tutur Hendra.
Ia mengakui tak mudah awalnya saat KFC Indonesia memulai kebijakan tersebut pada April 2017 di 6 gerai pilihan. Meski ada penurunan penggunaan sedotan hingga 28% di 6 gerai tersebut, tapi jumlah komplain justru meningkat hingga 50%. Syukurnya, seiring waktu, jumlah komplain menurun ketika seluruh gerai KFC diwajibkan mengikuti kebijakan tersebut.
Kebijakan serupa juga diberlakukan di seluruh gerai Steak Hotel by Holycow sejak Maret lalu. Pendiri Steak Hotel by Holycow, Wynda Mardio mengungkapkan, lewat kebijakan tersebut, penggunaan sedotan plastik di 16 gerai yang dimilikinya drop hingga 50%.
“Sekarang kita sedang pikirkan alternatif yang bagus untuk mengganti sedotan plastik. Bisa dari bambu, kertas, atau malah memang tidak ada sedotan sama sekali. Di gerai kami juga dikampanyekan soal bahaya sampah plastik dan dampaknya pada lingkungan kepada pengunjung,” katanya.
Kampanye serupa juga dilakukan di KOI Restaurants. Manajer Marketing KOI Restaurants Fransisca Pranadhi mengaku, pihaknya lebih mudah dalam mengampanyekan kebijakan tanpa sedotan plastik tersebut karena sebagian konsumen KOI Restaurants merupakan ekspatriat yang punya kesadaran soal lingkungan.
“Perhatian kami terhadap sampah plastik sudah dilakukan sejak pertengahan 2015 dengan mengganti kantong belanja plastik dengan paper bag. Ke depan, kami juga berencana untuk mengelola sampah kami di tiga gerai yang ada,” tandasnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved