Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ORGANISASI profesi kedokteran menolak tiga aturan baru dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdirjampel) BPJS Kesehatan, yakni nomor 2, 3 dan 5 tahun 2018. Peraturan baru yang menyangkut operasi katarak, rehabilitasi medik, dan kelahiran bayi dengan kondisi sehat, dapat merugikan pasien.
Penolakan itu datang dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang diwakili oleh Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr Aman Bhakti Pulungan SpA(K), Ketua Umum Perhimpunan Dokter Mata Indonesia (Perdami), dr Johan A Hutaharuk SpM (K), Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia, Dr. Sudarsono, dan Sekjen Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Budi Wiweko, MD, OG.
Aman menyampaikan bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat, bahkan kematian sehingga layanan manfaatnya tidak bisa dibatasi. Apalagi Indonesia sedang berusaha mencapai tujuan pembanguan berkelanjutan (sustainable development goals), sehingga angka kematian bayi harus diturunkan.
"Peraturan terkait layanan yang diterapkan BPJS Kesehatan bertentangan dengan semangat menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi," tutur Dokter Aman di Jakarta, Kamis (2/8).
Angka kematian bayi di Indonesia, kata Aman, saat ini masih 22,23 per 1000 kelahiran. Adapun angka kelahiran setiap tahun diperkirakan mencapai lima juta. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab menurunkan angka kematian bayi dengan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal untuk semua kelahiran bayi.
Senada dengan Aman, dr Johan juga keberatan dengan aturan baru BPJS Kesehatan. Dalam aturan hanya menjamin operasi penderita penyakit katarak yang visus (lapang pandang) kurang dari 6/18. Sementara, kebutaan akibat katarak di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia. Sehingga Perdirjampel nomor 2 BPJS Kesehatan akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat.
"Kebutaan menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko cedera dalam melakukan aktivitas sehari-hari," ujarnya.
Begitu juga dengan aturan Perdirjampel nomor 5 yang menyebutkan pasien hanya dapat pelayanan rehabilitasi medik maksimal dua kali setiap minggu. Menurut Prof. Sudarsono, itu akan merugikan pasien karena tidak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik. Akibatnya hasil terapi tidak tercapai secara optimal dan kondisi disabilitas sulit teratasi.(OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved