Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

Nyamuk makin Kebal Insektisida

Putri Rosmalia Octaviyani
18/7/2018 08:31
Nyamuk makin Kebal Insektisida
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk memutus siklus hidup nyamuk di perumahan warga(ANTARA/DARWIN FATIR)

KASUS penyakit akibat nyamuk, terutama demam berdarah dengue (DBD), meningkat secara dramatis di seluruh dunia beberapa dekade terakhir. Penyebab utamanya akibat sifat resisten nyamuk terhadap insektisida yang semakin kuat.

Berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), peningkatan kasus penyakit ­akibat nyamuk mencapai 30 kali lipat dalam 50 tahun terakhir.

“Saat ini nyamuk semakin resisten terhadap insektisida. Hal itu membuat program pemberantasan nyamuk dengan hanya mengandalkan kimia tidak bisa dilakukan,” kata ahli entomologi, public health & malaria control SOS International Michael J Bangs di Jakarta, kemarin.

Padahal, ujarnya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat mengandalkan penggunaan obat pembasmi nyamuk untuk mengatasi serangga itu di rumah. “Kelompok nyamuk yang secara terus-menerus terpapar insektisida, lama-kelamaan akan menjadi kelompok yang resisten. Mereka tidak akan mempan dibasmi menggunakan insektisida,” ujarnya.

Dalam kondisi nyamuk yang telah banyak resisten akibat paparan insektisida puluhan tahun terakhir, harus ada metode lain yang digunakan. Prinsip pemberantasan harus dilakukan dengan lebih menyeluruh, dan tidak hanya membunuh nyamuk dewasa seperti yang selama ini dilakukan.

Menurut Michael, pemberantasan harus menyeluruh dan menjadikan vektor sejak pradewasa sebagai target pemberantasan total. “Banyak yang belum paham bahwa pembasmian nyamuk  yang terpenting justru pembasmian sejak dari telur dan jentik, bukan hanya membunuh nyamuk dewasa,” ujarnya.

Agar nyamuk yang dalam kondisi resisten dapat diberantas secara total, pembasmiannya harus dilakukan masif secara manual. Pembersihan titik-titik yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk harus dilakukan berkelanjutan.

“Jangan hanya mengandalkan obat kimia. Kalau tidak dibasmi total dengan manual atau obat yang bisa mematikan jentik, penyakit akibat nyamuk akan semakin meningkat dan sulit ditekan,” tutur Michael.

Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan perubahan paradigma di tentang pembasmian nyamuk di masyarakat. Keterlibatan dan kesadaran masyarakat untuk melakukan itu sangat penting karena nyamuk dapat menyebar dalam radius beberapa ratus meter dari tempat mereka lahir. Bila tidak semua rumah melakukan pembasmian, upaya pembasmian hanya sia-sia.

Ia juga menegaskan, fogging atau pengasapan­ menggunakan bahan kimia yang banyak diandalkan oleh Indonesia untuk membasmi nyamuk, bukan pilihan yang tepat sebab fogging tidak dapat membasmi nyamuk secara maksimal.

Michael mengatakan, pengasapan hanya bertahan paling lama tiga sampai empat hari. Setelah itu, nyamuk akan mulai bermunculan kembali sebab fogging hanya membunuh nyamuk dewasa.

Masih mengancam
Sementara itu, Kepala Subdit Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Suwito mengungkapkan, meski jumlah kasus DBD di Indonesia menurun, penyakit tersebut masih menjadi ancaman. Pada 2017 masih ada empat provinsi yang angka kejadian DB-nya di atas target maksimal kasus secara nasional, yakni 49 per 100 ribu penduduk.

“Empat daerah yang incidence rate (IR)-nya di atas 49 pada tahun 2017 adalah Daerah Istimewa Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Bali,” katanya.

Sebanyak 30 provinsi lainnya sudah berada di bawah angka 49 per 100 ribu penduduk, sedangkan secara nasional, angka IR Indonesia pada 2017 ialah 26,8 per 100 ribu penduduk. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya