Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Yoga Pratama, Lola Aamaria, dan Prisia Nasution Pancasila dalam Film Lima

(Wnd/M-3)
19/5/2018 04:20
Yoga Pratama, Lola Aamaria, dan Prisia Nasution Pancasila dalam Film Lima
(MI/SUMARYANTO BRONTO)

TIDAK ada yang usang dari Pancasila, justru semakin berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Lola Amaria, salah satu sutradara dari lima sutradara film Lima mengatakan Pancasila bukan untuk dihafalkan, melainkan dipraktikan. Selain Lola, empat sutradara lainnya ialah Shalahuddin Siregar, Tika Pramesti, Harvan Agustriansyah, dan Adriyanti Dewanto. Mereka berlima pun banyak membaca berita, bertemu berbagai narasumber, hingga membaca buku Mata Air Keteladan karya Yudi Latif untuk bisa tepat mengamalkan sila-sila dalam sebuah cerita.

Film dengan lima plot ini dibintangi Prisia Nasution yang memerankan Fara dan Yoga Pratama selaku Aryo. Berkisah tentang satu keluarga dengan keyakinan yang berbeda-beda, membuat masalah kerap datang. Akan tetapi, dengan penerapan nilai dari sila-sila Pancasila, masalah tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Berangkat dari kisah nyata dan berbicara tentang Pancasila menjadi ketertarikan sendiri bagi Prisia dan Yoga untuk ikut berpartisipasi.

"Banyak kejadian nyata, orangtua beda agama, anak perempuan ikut agama bapak dan anak laki ikut agama ibu. Lalu muncul konflik, padahal kalau mengamalkan nilai Pancasila semua bisa terselesaikan dengan damai, merawat keberagaman itu pesan dari film ini," kata Lola.

Di salah satu scene, Prisia sebagai pelatih atlet renang mendapati kondisi yang persis pernah dilihatnya. Atlet yang memiliki kemampuan, kemandirian, dan ketekunan berlatih akan kalah hanya karena bukan warga pribumi. Pun dengan munculnya atlet-atlet titipan. Padahal, kata perempuan yang karib disapa Pia, siapapun berhak tampil dengan kemampuan mumpuni sehingga mampu mengharumkan nama bangsa.

"Saya dari keluarga yang berbeda, tetapi kami rukun kenapa sih bisa berkonflik. Dulu kami sering ceng-cengan suku bangsa gitu, tetapi tetap tertawa sekarang justru jadi masalah besar," imbuh Pia.

Sementara, Yoga melihat film yang tak melulu serius ini menghadirkan cara-cara pengamalan sila yang tidak menggurui. Pun tak semua anak muda menganggap pancasila usang, banyak yang kemudian mengimplementasikan dalam kehidupan.

Tidak Pernah Usang
Pancasila tidak pernah usang karena nilai-nilai yang begitu dekat dengan kehidupan. Sesuai dengan kondisi bangsa yang majemuk, maka nilai-nilai Pancasila bisa menjadi alat yang tepat untuk menyelesaikan berbagai masalah.

Yudi Latif melihat generasi kini banyak yang terjebak dengan mengatakan Pancasila usang dan mereka ialah korban. Karena itu, kita perlu melakukan penjemputan, semisal saudara kita ada yang terjebak dan tidak lagi sepaham dengan kandungan nilai Pancasila, maka jangan dijauhi, justru perlu dirangkul lebih dekat.

"Indonesia ini kan miniatur dunia, berbagai suku, agama, ras ada. Kalau Pancasila bisa menyelesaikan persoalan, maka dunia bisa belajar dengan kita," tukasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik